JAKARTA – MARITIM : Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, khususnya garmen, diproyeksikan masih membutuhkan tenaga kerja lebih banyak lagi dalam beberapa tahun ke depan. Seiring dengan meningkatnya permintaan produk tersebut di dalam negeri dan ekspor.
“Kebutuhan pekerja di industri garmen tidak hanya berupa kuantitas, tetapi juga diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), melalui program pendidikan dan pelatihan (diklat). Mengingat saat ini kebutuhan tenaga kerja berbasis kompetensi di industri garmen baru tercukupi sebanyak 20%,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Ditjen IKFT Kemenperin, Muhdori, saat ditanya wartawan, di Jakarta, Senin (19/8).
Muhdori pada kesempatan itu membuka secara resmi ‘Diklat 3 in 1 Operator Mesin Industri Garmen Berbasis Kompetensi Angkatan 22, 23 dan 24 Tahun 2019’, yang diselenggarakan oleh Balai Diklat Industri (BDI), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin. Turut mendampingi Kepala BDI Jakarta Hendro Kuswanto.
Menurut Muhdori, industri TPT merupakan salah satu produk andalan industri manufaktur, yang sekaligus menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi nasional.
“Kebutuhan tenaga kerja di sektor tersebut, tidak hanya mengalami peningkatan di tingkat operator, tetapi juga di tingkat ahli. Mengingat Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (ST3) Kemenperin dan sekolah-sekolah lainnya belum mampu setiap tahun meluluskan mahasiswanya sesuai permintaan industri,” ujarnya.
Maka dari itu, sambungnya, Kemenperin mengajak perusahaan garmen juga ikut menyelenggarakan diklat seperti model yang dilakukan oleh BDI Jakarta di perusahaannya masing-masing.
“Karena tidak mungkin semuanya dilakukan oleh pemerintah. Diklat yang diadakan oleh pemerintah seperti ini hanya stimulus. Sehingga berikutnya dapat diadakan oleh pihak industri atau bekerjasama dengan BDI.
Di sisi lain, permintaan tenaga kerja di industri garmen, atau industri manufaktur lainnya yang punya kompetensi, masih tinggi. Sehingga terjadi kekurangan yang cukup besar.
“Karena itu peluangnya masih terbuka lebar. Apalagi dengan masuknya 7 investor besar TPT ke dalam negeri,” ungkapnya.
Muhdori berharap, para peserta diklat dapat memiliki kompetensi sesuai yang dibutuhkan industri, karena dengan begitu telah mampu mencegah atau mengurangi terjadinya kegagalan produksi atau produk cacat. Selanjutnya akan terjadi efisiensi, industri garmen memiliki daya saing lalu akhirnya memberikan keuntugan bagi pengusahanya.
“Yang penting juga, diklat seperti ini dapat mengubah cara bersikap para peserta saat memasuki dunia industri yang sesungguhnya, sehingga tidak sekadar kegiatan pelatihan-pelatihan dan ketrampilan saja,” ucapnya.
Muhdori menyebutkan, saat ini produk garmen Indonesia secara kualitas masuk tiga besar dunia, menyaingi India, Korea Selatan dan Jepang.
Diklat 277 peserta
Di tempat sama, Kepala BDI Jakarta, Hendro Kuswanto, menjelaskan kegiatan Dikat 3 in 1 Operator Mesin Industri Garmen Berbasis Kompetensi Angkatn 22, 23 dan 24 Tahun 2019 ini diikuti 277 peserta. Berasal dari 16 kabupaten/kota, di Jawa Barat, Jakarta, Kalimantan, Jawa Timur dan Sumatera Selatan.
Diklat berlangsung selama 20 hari terdiri 143 JPL. Tenaga pengajar/instruktur berasal dari API dan Kemenperin yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam bidang industri garmen.
“Sampai Juli 2019, jumlah peserta diklat sudah mencapai 9.207 peserta. Yang sedang berjalan berjumlah 307 peserta. Yakni diklat operator mesin industri garmen sebanyak 277 peserta ditambah 30 peserta dari QC garmen,” kata Hendro.
Pada akhir diklat akan diadakan uji kompetensi oleh LSP BDI Jakarta. Bagi yang kompeten akan diberikan sertifikat kompetensi oleh BNSP.
Setelah mengikuti diklat, peserta ini akan ditempatkan bekerja di 10 perusahaan yang telah bekerjasama dengan BDI Jakarta. Yakni PT Trisco, PT Jusindo, PT Kwangduk, PT Muwon, PT Star Fashion, PT Harapan Global, PT Kreasindo, PT ACP, PT Teodore dan PT Leetex Garment Indonesia. (Muhammad Raya)