Kabel Laut Putus, Biaya Perbaikan Bisa Lebih dari Rp50 Miliar

Dirtek XL Axiata, Yessie D. Yosetya (kedua dari kiri) menarik ujung fiber optik proyek ASC
Dirtek XL Axiata, Yessie D. Yosetya (kedua dari kiri) menarik ujung fiber optik proyek ASC

JAKARTA – MARITIM : Di Dalam gelar acara Asia Pacific Subsea Telecommunication Cable Annual Seminar 2019, Asosiasi Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) sebutkan pada 2018 jumlah kasus kerusakan kabel komunikasi bawah laut sebanyak 40 kasus. Adapun si periode Januari – Agustus 2019, terjadi 13 kasus kerusakan. Dari jumlah tersebut disinyalir sebanyak 75% disebabkan oleh aktivitas kapal ilegal, salah satunya adalah penangkapan ikan dan pemberhentian pada koridor kabel bawah laut.

VP Network & Infrastructure Solution PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Persero) Bastian Sembiring, katakan potensi kerusakan kabel laut kian besar jika berada di laut dengan lalu lintas kapal yang padat.

Dia mengatakan umumnya, 3 bulan sekali, perusahaan kabel komunikasi bawah laut yang menggelar kabel di daerah lalu lintas padat kapal akan terputus kabelnya. Kata Bastian pekan lalu:  “Contohnya di Selat Singapura yang lalu lintas kapalnya padat sekali, hingga potensi  putusnya kabel laut sangat tinggi”.

Bastian mengatakan bahwa aktivitas penangkapan ikan dan kapal berhenti bukan pada tempatnya, juga sering mengakibatkan kerusakan kabel komunikasi bawah laut. Terdapat sejumlah nelayan yang masih menggunakan alat penangkap ikan jenis cantrang. Metode ini berpotensi merusak kabel laut karena kedalaman cantrang yang ditebar kadang berdekatan dengan gelaran kabel komunikasi bawah laut. Metode penangkapan ikan dengan cantrang adalah cara menangkap ikan dengan menebar tali selambar (jaring) secara melingkar, untuk kemudian ditarik hingga ikan menyangkut di cantrang.

Ungkap Bastian: “Untuk recovery kabel lautnya, diperlukan biaya cukup besar. Sekali putus diperkirakan memerlukan biaya sekitar Rp40 miliar—Rp50 miliar, belum termasuk kerugian bisnisnya”.

Sementara itu, Network Director PT Mega Akses Persada (FibersStar) Ari Tjahjanto katakan selain jangkar, pencurian kabel bawah laut juga masih sering terjadi. Karenanya ia berharap pemerintah memberi sanksi tegas kepada kapal yang menaruh jangkar dengan sengaja di koridor kabel bawah laut, begitu pun dengan oknum yang lakukan pencurian kabel bawah laut. Menurutnya, berdasar Undang-Undang No. 36/99 tentang Telekomunikasi, sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran sejenis ini adalah berupa pidana hukuman penjara selama 5 tahun. Jelas Ari pula: “Apalagi kalau kapal itu dengan sengaja tidak menggunakan Automatic Identification System (AIS/sistem pelacakan otomatis)”.

Dia mengatakan, bahaya peletakan jangkar dengan sembarangan juga membahayakan kabel bawah laut lainnya seperti kabel pipa gas dan kabel pipa listrik.

Petugas menangkap kapal ikan asing ilegal

Penyebab Utama

 Aktivitas maritim ilegal masih menjadi kekhawatiran pelaku usaha penyedia infrastrukstur telekomunikasi kabel laut. Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) Galumbang Menak mengatakan, jangkar kapal yang berlabuh bukan pada tempatnya kerap mengancam kabel laut milik operator yang digelar di bawah permukaan air laut. Gesekan antara jangkar dengan kabel dapat mengakibatkan kerusakan pada kabel, terlebih kabel bawah laut sensitif. Gesekan tersebut juga membuat perseroan harus mengeluarkan biaya besar untuk perbaikan. Menurut Galumbang kisaran biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki kabel bawah laut di laut dangkal sekitar US$500.000. Sedang untuk di laut dalam biayanya dapat mencapai US$1 juta. Ungkapnya: “Kalau laut perbaikan di perairan dalam, harus menggunakan kapal khusus, yang besar, dan juga ganti kabelnya panjang makanya butuh waktu lama”.

Dia mengatakan bahwa penyedia infrastruktur telekomunikasi telah menggelar kabel sesuai dengan koridor secara nasional dan internasional, agar jalur kabel kabel tidak bertemu dengan jalur lainnya. Tetapi, kendati sudah memiliki koridor khusus, tetapi sejumlah kapal seringkali berhenti bukan pada tempatnya.

Dalam acara Asia Pacific Subsea Telecommunication Cable Annual Seminar 2019, Asosiasi Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) menyebutkan pada tahun 2018 jumlah kasus kerusakan kabel komunikasi bawah laut terjadi hingga sebanyak 40 kasus. Adapun pada periode Januari – Agustus 2019, sudah terdapat 13 kasus kerusakan kabel bawah laut.

Dari jumlah itu disinyalir sebanyak 75% disebabkan oleh aktivitas kapal ilegal, salah satunya adalah penangkapan ikan dan pemberhentian pada koridor kabel bawah laut. Tak hanya itu, dalam acara yang sama, PT Len Telekomunikasi Indonesia (Persero) sebutkan bahwa 38% kerusakan kabel laut disebabkan aktivitas penangkapan ikan, 25% karena terkena jangkar, 8% disebabkan bencana alam, 6% disebabkan kegagalan produk, 6% disebabkan abrasi dan 17% disebabkan hal lain-lain. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *