JAKARTA – MARITIM : Pelaku industri nasional bisa mendaur ulang sampah plastik sebagai bahan baku kemasan. Mengingat masih banyak bahan baku plastik yang kebutuhannya diimpor.
Saat ini, kebutuhan plastik sebagai bahan baku industri mencapai 5,6 juta ton per tahun. Sebanyak 2,3 juta ton sudah dipenuhi oleh industri plastik nasional. Sementara 1,67 juta ton dipenuhi dari impor bijih plastik virgin, sebanyak 435.000 ton diperoleh dari impor limbah plastik non B3. Sedangkan baru 1,1 juta ton plastik yang bisa dipenuhi oleh industri daur ulang.
“Dampaknya, jika pemerintah memang benar ingin menutup kran impor plastik bekas, maka saya berkeyakinan banyak industri hilir pengguna dan pengolah produk berbahan baku plastik bakal gulung tikar,” kata Direktur PT Agropoly Sentosa Mandiri, Arman Chandra, saat berbincang-bincang dengan wartawan, di Jakarta, Rabu (4/9).
Plastik-plastik bekas tersebut, akunya, sejatinya bukan sampah. Tapi bahan baku industri kemasan yang masih butuh proses teknologi industri daur ulang. Yang mana untuk mengumpulkan plastik-plastik bekas tersebut dibutuhkan tenaga pemulung.
“Karenanya, jika kita hanya memperoleh plastik-plastik bekas dari dalam negeri, saya lihat tidak akan mencukupi. Karena bahan baku lokal sulit didapat dan kalaupun ada harganya kerab dipermainkan. Maka dari itu kami mengandalkan bahan baku dari impor,” ungkap Arman.
Seperti diketahui, PT Agropoly Sentosa Mandiri bermarkas di Medan, Sumut. Giat produksinya bergerak di bidang usaha produksi plastik lembaran dan kantong plastik daur ulang dengan bahan baku limbah plastik non B3. Bahan baku lokal diperoleh dari pemulung, yang kemudian diproses menjadi polybac, wadah tanam-tanaman.
“Jika para pemulung plastik bisa memenuhi seluruh kebutuhan kami, maka kami pastikan impor tidak akan dilakukan, walaupun pada kenyataannya plastik bekas impor itu lebih menguntungkan bagi kami. Karena sudah siap pakai dan tidak perlu lagi dicuci,” hitungnya.
Dia mengharapkan, pemerintah tidak mempersulit izin impor plastik bekas, mengingat plastik bekas itu adalah bahan baku dan bukan sampah.
2% untuk lingkungan
Arman menjelaskan, selain mengejar margin, pihaknya juga ikut merawat alam dalam wadah Yayasan Budaya Hijau Indonesia (YBHI). Di antaranya beberapa waktu lalu melakukan penanaman sebanyak 2 ribu pohon mangrove bersama 100 relawan. Lokasinya dipusatkan di Medan Marelan.
“Kami menyisihkan 2% dari margin untuk menjaga lingkungan seperti ini dan dilakukan secara rutin pada kawasan berbeda,” ucap Arman. (Muhammad Raya)