Pangsa Minyak Sawit untuk Bahan Baku Biodiesel Dunia Capai 33%

ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA –  MARITIM : Peran dan kontribusi industri sawit dalam menyediakan sumber energi berkelanjutan tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Indonesia namun turut juga dinikmati oleh masyarakat dunia. Hal ini dapat dilihat bahwa minyak sawit merupakan bahan baku utama (feedstock) yang paling banyak digunakan oleh industri biodiesel dunia.

Menurut Oil World (2019), pangsa minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel dunia mencapai 33% dan diikuti minyak kedelai 26%, minyak rapeseed 19% dan minyak jelantah/UCO 10%.

Read More

Kontribusi industri sawit sebagai penyedia sumber energi yang berkelanjutan baik dari segi volume ketersediaan (supply) yang melimpah serta terjangkau karena harganya yang relatif lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya. Sehingga dapat diakses dengan baik oleh masyarakat Indonesia maupun negara lain.

Hal ini telah menunjukkan bahwa sawit sebagai aktor dan solusi dalam rangka pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) khususnya SDG-7 baik dalam tingkat regional, nasional maupun internasional. Selain itu pengembangan biofuel berbasis sawit yang ramah lingkungan ini juga sebagai upaya kontribusi Indonesia untuk menurunkan emisi GHG  (Green House Gas)  global.

Ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar fosil semakin tinggi setiap tahunnya. Premium merupakan salah satu bahan bakar fosil yang diimpor Indonesia, yang volume impornya mengalami peningkatan dari 9 juta kiloliter pada 2008 menjadi 26 juta kiloliter pada 2015. Diperkirakan, pada 2020 meningkat menjadi 44 juta kiloliter dan menjadi 64 juta kiloliter pada 2025.

Selain premium, bahan bakar fosil lainnya yang bergantung pada impor adalah jenis solar. Impor solar fosil mencapai 10 juta kiloliter pada 2008 meningkat menjadi 15 juta kiloliter pada 2015. Diperkirakan impor solar fosil terus mengalami peningkatan menjadi 23 juta kiloliter pada 2020 dan menjadi 35 juta kiloliter pada 2025.

Impor bahan bakar fosil yang semakin tinggi tersebut berimplikasi pada terkurasnya devisa. Sehingga menyebabkan neraca perdagangan sektor migas mengalami defisit setiap tahunnya.

Tingginya ketergantungan impor minyak fosil Indonesia selain berdampak pada defisitnya neraca perdagangan juga memiliki dampak buruk terhadap lingkungan. Penggunaan energi fosil (termasuk minyak fosil) di Indonesia akan meningkatkan emisi karbondioksida.

Biofuel berbasis sawit di Indonesia diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor minyak fosil yang semakin besar serta mendukung tercapainya ketahanan energi yang berkelanjutan. (Jum)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *