Jakarta, Maritim
Masalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) memang tidak masuk dalam 11 MoU yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi. Namun pemerintah terus melakukan dialog untuk meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Arab Saudi dalam hal perlindungan TKI di negara tersebut.
“Kami segera menerjemahkan hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Raja Salman, dengan meningkatkan kerja sama teknis terkait perlindungan TKI dengan pemerintah Arab Saudi,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri Hanif, Jumat (3/3).
Kerjasama teknis itu misalnya terkait memperkuat implementasi poin-poin yang terdapat pada perjanjian pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi tentang penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik yang disepakati Februari 2014.
Hanif optimis, pernyataan Presiden Joko Widodo yang menitipkan warga negara Indonesia yang bekerja di Saudi agar mendapat pengayoman dan perlindungan dari Raja Salman, akan mempermudah mengajak pemerintah Saudi dalam meningkatkan perlindungan terhadap TKI. Dari pernyataan Presiden itu diharapkan akan ada perhatian lebih serius dari Arab Saudi terkait perlindungan TKI.
Memang tak ada penandatangan MoU soal ketenagakerjaan antara Indonesia dan Arab Saudi dalam rangkaian kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz Al-Saud ke Indonesia. Namun, kata Hanif, pemerintah tetap konsisten meningkatkan perlindungan TKI dan mendorong penyelesaian masalah TKI di Saudi.
Tidak adanya MoU masalah perlindungan TKI, lanjutnya, merupakan masalah teknis. Sehingga penyelesaiannya tidak hanya dengan memanfaatkan momentum kunjungan Raja Salman.
Dalam kerja sama di bidang ketenagakerjaan, kepentingan kedua negara masih banyak yang harus diselaraskan. “Saudi lebih ke arah penempatan TKI (terutama sektor domestik), sementara Indonesia lebih mengarah pada perlindungan,” jelasnya.
Ia menyebut banyak masalah terkait perlindungan. Misalnya TKI yang terancam hukuman mati, kasus kekerasan, pelecehan seksual, gaji tak dibayar, pelangaran kesepakatan kerja, hingga soal teknis keimigrasian.
“Selama ini energi kedua negara lebih banyak dihabiskan pada masalah TKI. TKI tetap jadi prioritas, tapi sektor ekonomi juga sangat penting digenjot untuk keuntungan kedua belah pihak,” ujarnya.
Perlindungan lemah
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Migrat Care, Wahyu Susilo menyatakan, tidak masuknya masalah TKI dalam MoU dalam kunjungan Raja Salman merupakan keputusan yang tepat. “Itu lebih baik,” katanya.
Menurut dia, hal utama terkait TKI di Arab Saudi adalah masalah perlindungan TKI sektor domestik. Sementara rangkaian MoU yang ditandatangani beberapa hari yang lalu lebih mengarah pada masalah ekonomi. Dalam perspektif kerja sama ekonomi, MoU soal TKI hanya akan memperbanyak pengiriman, padahal problemnya adalah perlindungan. Karena itu, hasil perbincangan Presiden Joko Widodo dengan Raja Salman di Istana Bogor, perlu segera ditindaklanjuti.
Sementara itu, Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri (KLN) Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri mengatakan, sebelumnya Arab Saudi memberikan draft MoU terkait TKI, yang akan ditandatangani saat kunjungan Raja Salman. Draft yang dikirim melalui Kementerian Luar Negeri tersebut lebih fokus pada pengaturan perluasan pengiriman TKI.
“Padahal, masalah utama yang dikeluhkan Indonesia adalah terkait perlindungan TKI di Arab Saudi yang masih lemah,” ujarnya.
Karena itu, menurut dia, pembahasan terkait TKI dengan pemerintah Arab Saudi lebih difokuskan pada kerja sama strategis dan teknis terkait perlindungan. “Kami akan terus meningkatkan pembahasan bilateral, hingga Arab Saudi menunjukkan komitmen perlindungan terhadap TKI yang lebih baik,” ujarnya.
Data di Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, pada tahun 2014-2016, Indonesia mengirim TKI ke Arab Saudi sebanyak 80.229 orang. Terdiri dari 49.968 pekerja formal dan 30.261 bekerja di sektor domestik.**[Purwanto.]