BENOA – MARITIM : Terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) tentang wilayah konservasi maritim di kawasan reklamasi Teluk Benoa, Bali, mendapat tanggapan serius dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Beberapa pakar hukum maupun pemerhati, menilai adanya silang pendapat dari Menko Maritim dengan Menteri KKP, yang dilatarbelakangi perbedaan sudut pandang antara kedua pejabat tersebut.
Menko Maritim, mengatakan keputusan yang dirilis Menteri KKP Susi Pudjiastuti tersebut tidak dengan serta-merta membatalkan proyek reklamasi. Ujar Menko Luhut di kantornya, Jum’at (11/10/2019) lalu: “Pelaksanaan reklamasi di Teluk Benoa tersebut diatur berdasar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 2014. Artinya, upaya reklamasi masih dapat dilaksanakan, mengingat bahwa Perpres yang terkait dengan reklamasi yang diterbitkan pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu belum dibatalkan. Adapun untuk menghentikan reklamasi, Presiden Joko Widodo harus terlebih dahulu membatalkan Perpres No.51 Tahun 2014”.
Masih menurut Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, sampai dengan saat ini Presiden Jokowi tidak pernah mau mencabut beleid tersebut. Ungkap Menko: “Tampaknya, selama ini belum ada pemikiran dari Presiden Jokowi membatalkan Perpres yang diterbitkan oleh Presiden pendahulunya. Karenanya, kami harap jangan ada fihak-fihak atau perorangan yang menyudutkan Presiden Jokowi untuk mengubah kebijakan pendahulunya, karena hal itu enggak elok”.
Perlu diketahui Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebelumnya telah terbitkan Peraturan Menteri Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 tentang Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa pada 4 Oktober 2019. Kepmen ini dikeluarkan dalam rangka merespons surat dari Gubernur Bali I Wayan Koster yang agar pemerintah pusat menetapkan kawasan maritim di Teluk Benoa.
Di sisi lain, Koordinator ‘ForBALI’ I Wayan Suardana juga berpendapat terbitnya keputusan menteri ini tidak otomatis dapat dilaksanakan, karena masih terganjal oleh keberadaan Perpres Nomor 51 Tahun 2014. Ia mengatakan, supaya lebih efektif, maka pemerintah perlu menerbitkan instrumen hukum lain yang dapat membatalkan Perpres Nomor 51 tersebut. Ujar Bli Wayan, Kamis (10/10/2019) lalu: “Bila dicermati berdasar pokok soal, masalah ini masih belum final. Maka untuk menjernihkan persoalan, diperlukanm instrumen hukum khusus, seperti menerbitkan perpres yang menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi maritim”. (Erick Arhadita)