JAKARTA – MARITIM : Mengacu harga minyak sawit dunia yang menurun dan prilaku konsumen minyak nabati Pakistan yang lebih suka minyak nabati dengan harga lebih kompetitif, maka Indonesia sebagai eksportir minyak sawit terbesar di dunia harus mengoptimalkan potensi pasar minyak sawit Pakistan.
Tim Riset PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) menyatakan, besarnya gap antara produksi dan konsumi minyak nabati di Pakistan, menyebabkan negara ini harus mengimpor minyak nabati memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Total impor minyak nabati Pakistan meningkat dari 1.4 juta ton pada 2003 jadi 3 juta ton pada 2018. Volume impor yang besar dan terus meningkat juga menunjukkan negara ini punya ketergantungan impor minyak nabati relatif tinggi hingga mencapai 65% dari konsumsi domestik pada 2018.
Sebagian besar minyak nabati yang diimpor Pakistan adalah minyak sawit dengan proporsi capai 96%. Volume impor dari 1.94 juta ton pada 2010 jadi 2.96 juta ton pada 2018. Besarnya volume impor ini karena besarnya konsumsi di dalam negeri.
Berbeda dengan minyak sawit yang hanya bersumber dari impor karena tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Impor keempat minyak nabati lainnya (minyak cottonseed, minyak rapeseed, minyak biji bunga matahari dan minyak kedelai) yang dapat diproduksi di dalam negeri relatif kecil.
Impor minyak nabati lainnya cenderung fluktuatif namun trennya meningkat dari 0.06 juta ton jadi 0.11 juta ton pada periode sama. Diantara keempat minyak nabati tersebut, impor minyak kedelai relatif besar.
Dilihat lebih rinci, impor Refined Palm Oil (RPO) lebih besar dibanding Crude Palm Oil (CPO) periode 2010-2018. Volume impor RPO meningkat signifikan dari 1.45 juta ton jadi 2.80 juta ton. Sedang volume impor CPO relatif berfluktuasi dengan tren penurunan dari 0.49 ribu ton jadi 0.17 ribu ton.
Produk RPO yang diimpor Pakistan juga terdiri dari olein, stearin dan RBD palm oil. Olein jadi produk mendominasi impor dengan pangsa 67%. Hal ini karena olein (fasecair) merupakan bahan baku yang digunakan oleh industri pangan Pakistan untuk memproduksi vanasphati ghee dan minyak goreng. Sementara produk RPO lainnya seperti RBD palm oil, stearin dan RPO lainnya memiliki pangsa impor berturut-turut sebesar 31%, 2.5% dan 0.02% (ITC Trademap-2019).
Menurut penelitian Chalil dan Barus (2018), harga minyak sawit dan harga minyak kedelai secara signifikan dan inelastis mempengaruhi volume minyak sawit yang diimpor Pakistan dan hubungan antara kedua minyak tersebut merupakan substitusi.
Hal ini menunjukkan harga minyak sawit yang lebih kompetitif jadi faktor pendorong besarnya impor minyak sawit di Pakistan dibanding impor minyak nabati lain. Penelitian tersebut juga sesuai penelitian Ali et al (2012) yang menunjukkan harga minyak nabati secara signifikan dan inelastis mempengaruhi konsumsi minyak nabati di Pakistan. (Jum)