BANDUNG – MARITIM : Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM), adalah berdomisili di Bandung, Jawa Barat. Merupakan salah satu lembaga penelitian, pengembangan dan perekayasaan (litbangyasa) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin. Mengemban tugas meningkatkan penguasaan teknologi logam dan mesin.
Di sisi lain, lembaga ini juga mempunyai tugas penting, yaitu diseminasi hasil litbangyasanya dapat menumbuhkan dan dimanfaatkan oleh industri. Yang lainnya, BBLM diamanatkan oleh Kemenperin sebagai problem solving bagi industri. Terutama dalam memberikan solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh industri.
Kepala BBLM Kemenperin, Ir Enuh Rosdeni, M.Eng mengatakan sejauh ini pihaknya telah ikut serta mewujudkan industri nasional yang kompetitif. Yakni diseminasi hasil litbangyasanya sudah dapat digunakan oleh industri. Di sisi lain, BBLM memberikan solusi atas berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh industri berupa pelaksanaan problem solving.
“Intinya, kami ingin memperkuat pembuatan produk prototipe dalam negeri, sehingga industri nasional mulai terbebas dari ketergantungan produk impor. Yang mana, hampir dari seluruh diseminasi hasil litbangyasa yang dilakukan memakai bahan baku dari dalam negeri,” kata Kepala BBLM Kemenperin, Enuh Rosdeni, kepada wartawan usai acara ’50 Tahun BBLM Berkarya’, yang mengambil tema ’50 Tahun BBLM Berkarya Siap Mendukung Making Indonesia 4.0, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Menurutnya, keberhasilan itu tentunya tak lepas dari adanya dukungan sarana dan prasarana yang dimiliki serta SDM yang cukup bisa diandalkan, termasuk mengatasi problem solving dalam Making Industri 4.0.
Sudah jadi tekad BBLM untuk terus memperkuat TKDN, agar tercapai subsitusi impor, yang akhirnya bisa menghemat devisa negara. Prinsipnya, TKDN pada litbangyasa industri logam dan mesin harus berada pada angka yang maksimal.
Sejauh ini karya litbangyasa unggulan BBLM berbasis TKDN, lanjut Enuh, dapat dilihat pada prototipe pengembangan komposisi material bahan dan perancangan serta produksi track link tank (rantai tank) tipe single dan double pin untuk kendaraan tempur tank Scorpion. Hal itu untuk mendukung kemandirian Hankam dan mengurangi ketergantungan terhadap impor pasokan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dan kemandirian persenjataan militer TNI.
“Maka dari itu penguasaan teknologi untuk membuat Alutsista harus dimiliki agar bangsa kita tidak terus tergantung pada negara lain. Rantai tank ini merupakan salah satu komponen Alutsista yang selama ini masih di impor,” ungkapnya.
Kemudian pembuatan prototipe teknologi mesin CNC skala IKM dan sarana pendidikan vokasional di SMK serta pemanfaatan teknologi 3D printing untuk implementasi industri 4.0.
“Prototipe blade fan untuk pembangkit listrik PLN di Suralaya, yang selama ini impor dari China, kita sudah bisa membuatnya. Jika blade fan buatan China hanya bisa bertahan selama 6 bulan, tapi buatan Indonesia ‘usianya’ bisa mencapai 9 bulan lebih. Ini kan artinya bisa menghemat devisa negara,” jelas Enuh.
Unggulan lain di antaranya, prototipe roda kereta api, yang selama ini diimpor diubah memakai bahan baku dari dalam negeri. Rencananya, PT Barata Indonesia akan memproduksinya secara massal tahun depan. Lalu motor listrik, sudah kerja sama dengan 4 perusahaan besar, mengingat motor listrik ini prospeknya cukup menjanjikan di masa depan.
Nickel pig iron yang melimpah di Morowali, ke depan bisa diolah untuk bahan baku berbagai industri di Tanah Air, sehingga tidak diekspor lagi dan dimanfaatkan di dalam negeri. Terutama bagi industri baja.
“Karena itu, kita tidak perlu lagi impor, agar bisa memenuhi kebutuhan pasar roda kereta api di dalam negeri. Sementara untuk feul gasoline, kami akan tempatkan prototipe mini plant di Riau, yang bahan bakunya dari kelapa sawit,” urai Enuh. (Muhammad Raya)