Impor Limbah ke Indonesia Harus Segera Dihentikan !

Petugas BC memeriksa satu dari 65 petikemas isi sampah plastik
Petugas BC memeriksa satu dari 65 petikemas isi sampah plastik

JAKARTA – MARITIM : Basel Action Network (BAN), organisasi pengawas perdagangan limbah dan organisasi pemerhati lingkungan di Indonesia, menyerukan pelarangan impor limbah. Beberapa organisasi pemerhati lingkungan itu adalah Ecoton, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Nexus3.

Dalam seruan yang disebarluaskan Minggu (10/11/2019) yang lalu, lembaga-lembaga tersebut mengatakan bahwa situasi impor limbah di Indonesia sudah berada dalam kondisi mengerikan dan sulit untuk dikendalikan. Oleh karenanya, hal tersebut hanya akan dapat diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia, sebagai fihak yang lebih bertanggung jawab dalam menangani pengiriman sampah ilegal yang tiba di Indonesia, sambil memberlakukan larangan penuh terhadap impor sampah di masa depan.

Pekan lalu, sejumlah aktivis mengungkapkan bahwa banyak pengiriman limbah ilegal dan terkontaminasi yang dijanjikan pemerintah untuk dikirim kembali ke Amerika Serikat, tetapi dalam praktik justru malah diekspor ke India, Vietnam, Thailand, Meksiko, Belanda, Kanada, dan Korea Selatan.

Terkait hal itu, Yuyun Ismawati Drwiega dari Nexus3 berucap: “Di bawah Konvensi Basel, Indonesia seharusnya mengambil kendali ketat atas ekspor ulang pengiriman limbah ilegal. Namun kenyataannya, tidak hanya pemerintah melanggar janji untuk kembalikan limbah itu ke negara asal, karena tampaknya mereka ternyata gagal memberi tahu pemerintah negara penerima atau gagal memastikan bahwa petikemas yang dikirim ke negara yang menjadi tujuan pengalihan akan dikelola dengan cara yang ramah lingkungan seperti ketentuan dan disyaratkan oleh Konvensi Basel”.

Para aktivis itu kemudian menyerukan agar pemerintah Indonesia diharuskan memberi tahu kepada pemerintah negara penerima, tentang kiriman petikemas yang direekspor termasuk gambaran tentang limbah yang terkontaminasi di dalamnya.

Juga diharap agar pemerintah bekerja dengan negara asal untuk meminta mereka segera mengambil kembali limbah yang terlanjur masuk ke negara lain, agar kemudian di negara asal diolah dengan cara-cara yang berwawasan lingkungan, atau untuk memastikan bahwa pengelolaan itu di negara yang jadi tujuabn pengalihan, serta menerima persetujuan dari negara pengimpor sebelum reekspor dilakukan.

Selain tersebut di atas, menurut para aktivis, pemerintah juga harus dapat memastikan ke negara pengimpor, bahwa sarana di lokasi penerimaan barang impor diketahui dan dikenal sebagai fasilitas daur ulang atau pembuangan yang dipastikan memiliki standar berwawasan terhadap lingkungan.

Lebih jauh dikatakan bahwa apabila dicermati secara pidana, apabila gerakan mereka serta proses pengelolaan tahap akhir, ternhyata tak sesuai dengan ketentuan yang sesuai dengan standar konvensi, juga harus dilakukan penuntutan terhadap siapa pun yang terlibat dalam perdagangan limbah.

Seirama dengan pernyataan di atas, Jim Puckett Direktur BAN berkata: “Tanpa melibatkan negara asal dengan benar, atau mengambil langkah-langkah untuk menuntut para pelanggar Konvensi Basel, kriminalitas seperti ini akan terus berlanjut, dan lebih banyak lagi kiriman petikemas yang akan terus datang untuk mencemari Indonesia”.

Dalam pada itu, Daru Setyo Rini dari Ecoton menyatakan bahwa invasi limbah ke Indonesia dimulai setelah sejak dua tahun lalu Tiongkok melarang impor hampir semua limbah. Solusi Tiongkok dalam mencegah berlanjutnya polusi di negara mereeka, kini menjadi mimpi buruk Indonesia. Tuturnya: “Gunung-gunung sampah plastik, kertas, dan elektronik dari AS, Eropa, dan Australia menumpuk dan sebagian besar dibakar di seluruh desa-desa kami”.

Menuimpali pernyataan itu, Nur Hidayati mengungkapkan bahwa Tiongkok telah melarang barang-barang ini karena suatu alasan. Karenanya Indonesia harus juga melakukan hal yang sama.

Memungkasi penjelasan, Nur Hidayati berucap: “Kami berharap agar Presiden Republik Indonesia memerintahkan dilakukannya investigasi lengkap terhadap bisnis impor limbah, termasuk semua kementerian dan perusahaan yang terlibat, dan menyerukan untuk juga mencabut izin usaha bagi perusahgaan pencemar dan juga memberlakukan larangan total impor limbah”. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *