JAKARTA — MARITIM : Mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran COVID-19, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Jumat (5/6) mengatakan, nilai tukar rupiah masih undervalued dan sesuai indikator perkembangan ekonomi, diperkirakan akan menguat. Ini terlihat pada nilai tukar rupiah, Jumat (5/6) tembus di bawah Rp14.000 per dolar AS, diperdagangkan dengan kurs beli Rp13.855 per dolar AS dan kurs jual Rp13.960 per dolar AS.
Ini menurut Perry, nilai tukar terus mengalami penguatan sejalan dengan pandangan BI bahwa nilai tukar masih undervalued dan ke depan masih berpotensi untuk menguat, dipengaruhi oleh inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah,perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri yang tinggi. Sementara Yield SBN 10 tahun Indonesia sebesar 7,06 persen, sedangan yield UST Note 10 tahun sebesar 0,8%, sehingga yield spread sebesar 6,2 persen.Juga premi risiko Indonesia mulai menurun, meskipun belum kembali ke posisi sebelum pandemi COVID-19.
Begitu juga dengan premi CDS Indonesia 5 tahun turun ke 126,78 bps per 4 Juni 2020, namun masih tinggi dibandingkan premi CDS Indonesia 5 tahun sebelum COVID-19 yaitu sebesar 66-68 bps. Premi CDS Indonesia 5 tahun pascapandemi COVID-19 diprakirakan akan menurun dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah.
Bicara tentang inflasi Perryenjelaskan, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2020 tetap rendah yang tercatat 0,07 persendian (mtm), atau secara tahunan sebesar 2,19 persen (yoy). Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu I Juni 2020, inflasi Juni 2020 diperkirakan sebesar 0,04 persen (mtm) dan secara tahunan sebesar 1,81 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi bulan lalu. Rendahnya inflasi dipengaruhi oleh ,penurunan permintaan masyarakat akibat implementasi PSBB dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk dari sisi pendapatan dan konsumsi masyarakat. Ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi barang dan jasa didukung oleh koordinasi antara pemerintah dan Bank Indonesia, baik di pusat maupun daerah. Kredibilitas kebijakan yang dapat diukur dari terkendalinya ekspektasi inflasi.
Ia mengaku, ditengah pandemi covid-19 aliran masuk modal asing mengalami peningkatan, sejak Minggu ke II Mei 2020. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan investor asing terhadap kondisi ekonomi Indonesia semakin baik. Terbukti dari aliran masuk modal asing ke SBN yang terus meningkat sejak minggu II Mei 2020. Inflow neto sebesar Rp2,97 triliun, Rp6,15 triliun, 2,5 triliun, dan Rp7,01 triliun masing-masing pada minggu II,III, IV Mei 2020 dan minggu I Juni 2020.
Sementara cadangan devisa akhir Mei 2020 lanjutnya, diperkirakan meningkat.Dimana cadangan devisa terus mengalami peningkatan, posisi cadangan devisa akhir Mei 2020 diprakirakan akan lebih tinggi dari posisi April 2020. Dalam hal ini, pembelian SBN oleh BI dari Pasar Perdana sesuai UU No.2 Tahun 2020, berkurang.. Hal ini menunjukkan kemampuan pasar yang makin besar dalam membeli SBN untuk kebutuhan pembiayaan APBN. Pembelian SBSN oleh BI21 – 22 April 2020 : Rp4,65 triliun. Pembelian 5-8 Mei 2020 : Rp 7,3 triliun, termasuk pembelian melalui private placement sebesar Rp3,67 triliun 18 Mei 2020 : Rp1,17 triliun. Pembelian SUN oleh BI. 28-29 April 2020 : Rp 9,07 triliun. 12 Mei 2020 : Rp1,77 triliun. Minggu I Juni 2020 : 2,09 triliun. (Rabiatun)