JAKARTA-MARITIM : Menyelamatkan mamalia laut yang terdampar dan mengetahui penyebabnya sangatlah penting sebagai antisipasi agar peristiwa ini tidak terjadi lagi di kemudian hari di lokasi yang sama dan penyebab yang sama.
“Mamalia laut merupakan salah satu komponen kunci dalam rantai makanan bersama predator utama lainnya. Sehingga keberadaannya di perairan Indonesia perlu dilindungi dan dilestarikan. Jika populasi cetacea terganggu dapat menyebabkan terganggunya rantai makanan secara keseluruhan,” kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Aryo Hanggono, di Jakarta, kemarin.
Sementara dokter hewan WWF Indonwsia, Dwi Suprapti, menilai ada 11 penyebab mamalia laut terdampar. Yakni akibat terjebak di air surut, penyakit, predasi, kebisingan, aktivitas perikanan, tertabrak kapal, pencemaran laut, gempa dasar laut, cuaca ekstrim, blooming alga dan badai matahari.
“Dari 304 kasus kejadian selama periode 2015-2019, lebih 80% tidak terjawab penyebabnya, karena keterbatasan SDM, biaya dan informasi yang diperoleh. Dari 20% yang terjawab, tertinggi karena bycatch, cuaca, tertabrak kapal dan predator,” ungkapnya.
Sedangkan Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Andi Rusandi, melalui webinar melihat bangkai mamalia laut terdampar dapat membahayakan masyarakat sekitar. Jika tidak segera ditangani, mamalia laut itu bisa membusuk dengan cepat, bahkan meledak. Karena perutnya berisi gas dan bakteri yang berbahaya bagi manusia.
Webinar bertema “Kejadian Mamalia Laut Terdampar Perspektif Dokter Hewan dan Peneliti Oseanografi” diselenggarakan Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong.
Kepala LPSPL Sorong, Santoso Budi Widiarto, mengapresiasi teman-teman first responder yang aktif terlibat dalam penanganan mamalia laut terdampar.
Menurutnya, mamalia laut terdampar sangat besar terjadi setiap tahun. Namun pertanyaan penyebab kejadiannya banyak yang belum terjawab. Akibat keterbatasan pengetahuan. Makanya perlu perspektif dari dokter hewan dan peneliti oseanografi.
Tahun lalu ada 39 kejadian biota terdampar di wilayah kerjanya meliputi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Tapi hanya 48% yang dapat ditangani langsung.
Dari sudut oseanografi, Dosen Ilmu Teknologi Kelautan IPB, Agus Atmadipoera, menyampaikan Wilayah Indonesia Timur dengan topografi yang kompleks berperan dalam kejadian mamalia laut terdampar.
Propagasi gelombang pasang surut internal, sambungnya, berpotensi menghempaskan mamalia laut dari kedalaman termoklin ke dekat permukaan. Lalu menyebabkan dekompresi akibat perubahan yang mendadak.
“Atau ada kecenderungan peningkatan yang terdampar pada periode transisi dan musim timur. Hal itu diperoleh dari analisis data kejadian dengan pola meteo dan oseano,” hitungnya. (Muhammad Raya)