JAKARTA – MARITIM : Perekonomian global secara bertahap mulai membaik. Ini didorong oleh perbaikan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), sedangkan kinerja perekonomian Eropa, Jepang, dan India belum kuat. Sementara perekonomian domestik secara perlahan juga membaik, meskipun masih terbatas sejalan mobilitas masyarakat yang melandai pada Agustus 2020.
Disatu sisi, kinerja ekspor membaik sejalan kenaikan permintaan global, khususnya dari AS dan Tiongkok untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta CPO. Sementara itu, konsumsi rumah tangga membaik secara terbatas seiring berlanjutnya stimulus fiskal seperti penyaluran bansos dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa indikator dini menunjukkan perbaikan seperti penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan PMI Manufaktur. Secara spasial, perbaikan ekonomi tercatat di beberapa daerah luar Jawa yang memiliki ekspor komoditas.
Berpulang pada kondisi yang ada, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 September 2020, mengambil langkah menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah diantaranya dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 4,00 persen , suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25 persen , dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,75 persen.
Keputusan ini menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Wajiyo, saat menyampaikan hasil RDG, Kamis (17/9) secara virtual, untuk menjaga nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar. Juga untuk mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19, karenanya Bank Indonesia menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas.Termasuk dukungan Bank Indonesia kepada Pemerintah, dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020.
Di samping keputusan tersebut kata Perry, Bank Indonesia menempuh pula langkah-langkah diantaranya memperkuat strategi operasi moneter, guna meningkatkan transmisi stance kebijakan moneter yang ditempuh; memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran GWM Rupiah sebesar 50bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta kredit non UMKM sektor-sektor prioritas yang ditetapkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional, dari 31 Desember 2020 menjadi sampai dengan 30 Juni 2021.
“Juga mendorong pengembangan instrumen pasar uang untuk mendukung pembiayaan korporasi dan UMKM sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional,”tutur Perry.
Selain itu tambahnya, Bank Indonesia akan melanjutkan perluasan akseptasi QRIS dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi dan pengembangan UMKM, melalui perpanjangan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0 persen untuk Usaha Mikro (UMI) dari 30 September 2020 menjadi sampai dengan 31 Desember 2020.
Dikatakan, Bank Indonesia akan terus menempuh langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu. Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Mencermati kondisi menurut Perry, sejumlah indikator dini pada Agustus 2020 mengindikasikan prospek positif pemulihan ekonomi global, seperti meningkatnya mobilitas, berlanjutnya ekspansi PMI manufaktur dan jasa di AS dan Tiongkok, serta naiknya beberapa indikator konsumsi. Perekonomian global yang membaik mendorong kenaikan volume perdagangan dunia dan harga komoditas global di semester II 2020, yang berpotensi lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Berlanjutnya peningkatan ekspor di berbagai negara dan indeks kontainer logistik global mengindikasikan perbaikan aktivitas perdagangan dunia pada triwulan III 2020. Di pasar keuangan global, ketidakpastian yang masih tinggi antara lain dipengaruhi isu geopopolitik.
Namun lanjutnya, secara perlahan perekonomian global mulai membaik yang mendorong kenaikan volume perdagangan dunia dan harga komoditas global di semester II 2020, yang berpotensi lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Berlanjutnya peningkatan ekspor di berbagai negara dan indeks kontainer logistik global mengindikasikan perbaikan aktivitas perdagangan dunia pada triwulan III 2020. Di pasar keuangan global, ketidakpastian yang masih tinggi antara lain dipengaruhi isu geopolitik Tiongkok-AS, Tiongkok-India, dan di Inggris. Perkembangan ini berpengaruh terhadap menurunnya aliran modal ke negara berkembang, kecuali Tiongkok, dan berdampak pada berlanjutnya tekanan terhadap mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia.
Begitu juga dengan perekonomian domestik secara perlahan juga membaik, meskipun masih terbatas sejalan mobilitas masyarakat yang melandai pada Agustus 2020. Kinerja ekspor membaik sejalan kenaikan permintaan global, khususnya dari AS dan Tiongkok untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta CPO. Sementara itu, konsumsi rumah tangga membaik secara terbatas seiring berlanjutnya stimulus fiskal seperti penyaluran bansos dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa indikator dini menunjukkan perbaikan seperti penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan PMI Manufaktur. Secara spasial, perbaikan ekonomi tercatat di beberapa daerah luar Jawa yang memiliki ekspor komoditas.
Ke depan, prospek berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik banyak dipengaruhi perkembangan mobilitas masyarakat sejalan dengan penerapan protokol COVID-19 di sejumlah daerah, kecepatan realisasi anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kemajuan restrukturisasi dan penjaminan kredit, serta akselerasi ekonomi dan keuangan digital khususnya untuk pemberdayaan UMKM. Bank Indonesia melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi. (Rabiatun)