JAKARTA-MARITIM : Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menekankan untuk mereformasi sistem kesehatan nasional. Bahkan, Jokowi menegaskan agar Indonesia memanfaatkan kekayaan hayati, agar industri farmasi dalam negeri bisa mandiri. Namun harapan Jokowi agaknya belum dapat terealiasi lantaran obat yang bahan bakunya diambil dari alam Indonesia belum jadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Betapa tingginya impor bahan baku obat mau tidak mau kita harus cari subsitusinya,” kata Menristek, Bambang Brodjonegoro, dalam webinar bertajuk ‘Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan’, yang tayang di YouTube Kompas TV, Senin (21/12/2020).
Menurutnya, ada dua solusi agar obat yang dibuat dari bahan alam Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Pertama, adalah OMAI harus masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Kalau OMAI masuk JKN, di situlah OMAI mulai dikenal, kalau OMAI atau fitofarmaka banyak dikenal maka otomatis minat industri farmasi meningkat untuk produksi OMAI lebih banyak,” tutur Bambang.
Dia menilai, penyebab OMAI belum bisa masuk dalam program JKN karena masih ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 54 tahun 2018. Untuk diketahui, dalam Pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan bahwa obat yang diusulkan masuk Formularium Nasional di program JKN bukanlah obat tradisional dan suplemen makanan.
Permenkes itu juga merujuk UU Kesehatan No 36 tahun 2009 bahwa yang dimaksud obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, OMAI yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan dan hewan tidak bisa diusulkan.
Bambang kemudian menyebutkan solusi kedua untuk kemandirian industri farmasi dalam negeri. Yakni bagaimana dokter di Indonesia meresepkan OMAI untuk pasien mereka.
“Seberapa hebatnya alat kesehatan dan obat yang kita buat, kalau dokter nggak bisa pakai percuma,” ungkapnya.
Selain Bambang, anggota Komisi IX DPR Anggia Erma Rini juga mengusulkan agar Permenkes 54 tahun 2018 direvisi. Wakil rakyat asal Blitar itu melihat langsung bagaimana petani terbantu ekonominya ketika mendapat pesanan dalam jumlah banyak dari industri.
Pada acara sama, Sekjen Kemenkes, Oscar Primadi, membuka peluang untuk merevisi regulasi itu. “Artinya, semuanya bisa dilakukan,” jawab Oscar, ketika ditanya kemungkinan Permenkes 54 tahun 2018 direvisi.
Saat ini, katanya, dana kapitasi program JKN bisa dipakai untuk membeli Obat Herbal Terstandar (OHT) ataupun Fitofarmaka. Dia lantas berharap OMAI terus diperkenalkan ke calon dokter maupun dokter-dokter yang sudah berpraktik.
“Perlu barangkali dibuat semacam kurikulum khusus bahwa OMAI bisa kita masyarakatkan ke lingkungan calon dokter dan dokter,” tambahnya.
Sementara Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menyebut pihaknya akan membahas secara khusus agar OMAI bisa masuk JKN. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahkan telah mengagendakan pembahasan khusus ini di awal 2021.
“Pak Menko (Menko Marves-Luhut B Panjaitan) memberikan arahan supaya ini didorong aja dulu masuk. Jadi nanti diberikan kesempatan untuk produksi fitofarmaka masuk dalam JKN, lalu mereka yang fight sendiri nanti untuk marketing,” kata Seto. (Muhammad Raya)