BANDUNG-MARITIM: Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengajak kementerian/lembaga beserta unsur masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya yang konsen terhadap isu perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk berkolaborasi, bekerja sama dan berkoordinasi dalam mengawal pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Perlindungan ini diberikan baik sebelum PMI bekerja, saat bekerja di luar negeri dan kembali ke Indonesia.
“Kami sangat yakin, jika kita mengawal pelaksanaan undang-undang ini secara bersama dan sinergis dengan menyingkirkan atau meninggalkan ego sektoral atau kepentingan masing-masing, maka perlindungan PMI akan dirasakan langsung oleh calon maupun PMI, yang pada akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas,” kata Menaker Ida Fauziyah saat memberikan sambutan pada rapat koordinasi Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Satuan Tugas Pencegahan dan Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal PMI, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/10).
Menaker menjelaskan, perlindungan PMI dilakukan oleh pemerintah pusat, perwakilan RI, BP2MI, pemerintah daerah sampai pemerintah desa secara terkoordinasi dan terintegrasi. Koordinasi dan integrasi ini menjadi syarat mutlak perlindungan PMI karena perlindungan PMI tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu kementerian/lembaga saja.
Terkait pencegahan penempatan PMI secara nonprosedural, lanjut Ida, akan terus dilakukan melalui penguatan peran pengawas ketenagakerjaan baik di tingkat pusat dan daerah, serta Satuan Tugas Perlindungan PMI yang dibentuk tahun 2015. Selain berada di tingkat pusat, Satgas ini juga terdapat di 25 daerah titik debarkasi/embarkasi, maupun di daerah asal PMI.
“Saya harap Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal PMI dapat bekerja sama dan berkolaborasi dengan Satgas Perlindungan PMI, sehingga perlindungan PMI bisa dilakukan secara maksimal,” katanya.
Selain itu, perlindungan PMI juga dilakukan ketika mereka bekerja di negara penempatan melalui peran Atase Ketenagakerjaan. Mereka tidak hanya melakukan pengawasan terhadap kesesuaian penempatan PMI, tapi juga pendataan PMI, pemenuhan persyaratan kerja, perjanjian kerja (PK), perubahan dan perpanjangan PK, sampai penanganan PMI yang bermasalah.
“Jadi pengawasan dan perlidungan PMI itu harus paripurna, karena dilakukan mulai sebelum berangkat, ketika bekerja, dan kembali ke tanah air,” kata Ida.
Layanan Satu Atap
Dalam forum itu, Menaker mengingatkan masyarakat yang memilih bekerja di luar negeri agar menggunakan jalur yang aman dan prosedural, karena saat ini prosedurnya sudah mudah dengan datang ke Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA).
“Jika tidak ada LTSA terdekat, datanglah ke dinas-dinas ketenagakerjaan. Bekerja di luar negeri harus mengikuti prosedur yang benar. Kami bangun LTSA ini untuk memberikan perlindungan dan kemudahan,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Menaker Ida juga menyinggung 9 lompatan besar ketenagakerjaan yang terkait langsung dengan penempatan dan perlindungan PMI, yaitu link and match ketenagakerjaan dan perluasan pasar kerja luar negeri.
Untuk link and match ketenagakerjaan, arah kebijakannya membangun integrasi pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja dalam sebuah bisnis proses yang utuh dan efektif untuk mempertemukan pencari kerja dengan permintaan pasar kerja.
“Sedangkan untuk perluasan pasar kerja luar negeri arah kebijakannya mengembangkan pasar kerja luar negeri dengan memperluas negara penempatan PMI sektor formal dan memasifikasi pengisian jabatan di sektor formal,” tukas Ida. (Purwanto).