DALAM rangka membahas Perturan Derah (Perda) mengenai periknan, beberpa hari lalu DPRD Provinsi Bali melakukan kunjungan kerja (kunker) ke DPRD Jawa Timur. Kepada tamunya, DPRD Jatim menyampaikan bahwa pihaknya sangat hati-hati dalam menerbitkan Perda nelayan, sebab memiliki wilayah antar pulau dan juga memerhatikan UU No. 23 Tahun 2014. Haji Ahmad Iskandar Wakil Ketua DPRD Jatim nyatakan saat ini Perda No.3 tahun 2016 dibawah kewenngan Dinas Kelautan, dan menyatakan peraturan tersebut menyasar nelayan kecil, nelayan tradisional, dan nelayan buruh. Juga mengatur keluarga nelayan yang lakukan pengolahan dan pemasaran.
Disebutkan pula, Perda juga mengatur mengenai perlindungan nelayan sebagai bentuk upaya membantu nelayan dalam menghadapi permasalahan atau kesulitan usaha perikananan. Selaian itu, juga pemberdayaan nelayan meliputi upaya meningkatkan kemampuan nelayan dalam usaha perikanan lebih baik. Perlindungan nelayan yang dilakukan meliputi penyediaan prasarana perikanan, kemudahan peroleh sarana poduksi perikanan, jaminan kepastian usaha, jaminan resiko tangkap ikan, jaminan keselamatan dan fasilitasi bantuan hukum bagi nelayan.
Pemberdayaan nelayan dilakukan melalui pendidikan, penyuluhan dan pendampingan, kemitraan usaha, penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan, kemudahan akses iptek dan informasi. Dalam konteks demkian, para nelayan tak dianggap merupakan suatu lembaga, tetapi didasari suatu pengakuan,
“Ini yang dimaksud pemprov memberi fasiltasi bantuan hukum pada nelayan yang mengalami permasalahan dilintas batas wilayah provinsi, dapat berupa koordinasi, kerjasama maupun mediasi,” sebutnya.
Selepas kunker, DPRD Bali menyatakan lewat kunker ini pihaknya akan mengkaji dan mempetimbangkan lebih lanjut mengenai Raperda tentang Bendega. ***ERICK A.M.