JAKARTA-MARITIM: Pemerintah menjamin pengembangan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dilakukan sesuai prinsip kehati-hatian, sehingga peserta (pekerja) memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Prinsip kehati-hatian itu dilakukan pemerintah dalam upaya memenuhi program JHT di tengah peningkatan jumlah perusahaan yang merugi dan PHK yang meningkat.
“Besarnya manfaat JHT ditentukan berdasarkan akumulasi iuran yang telah disetorkan, ditambah hasil pengembangannya,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam raker dengan Komisi IX DPR-RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/11/2021).
Ida Fauziyah menjelaskan, dalam pasal 22 PP Nomor 46 Tahun 2015 disebutkan manfaat sebagian JHT dapat diberikan apabila peserta telah memiliki kepesertaan 10 tahun untuk mempersiapkan masa pensiun dan paling banyak 30 persen dari jumlah JHT untuk kepemilikan perumahan, 10 persen untuk keperluan lain dengan sumber dana dari individual account.
Dalam pasal 25 dinyatakan, peserta JHT juga memperoleh MLT (Manfaat Layanan Tambahan) berupa fasilitas pembiayaan perumahan atau manfaat lain dengan pembiayaan dari dana investasi JHT. Besaran pembiayaan diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2015.
“Pasal 32 menyatakan hak atas JHT sebagaimana diatur dalam PP ini tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita sebagai pelaksana putusan pengadilan,” katanya.
Dalam raker yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena (Fraksi Partai Golkar), Ida Fauziyah menyatakan pihaknya siap melaksanakan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsosnaker). Antara lain, pertama, evaluasi, pengkajian, dan penyempurnaan regulasi program Jamsosnaker. Kedua, meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan kepada pemberi kerja terhadap program Jamsosnaker.
Ketiga, memastikan pemohon pengurusan maupun perpanjangan izin di bidang ketenagakerjaan merupakan peserta aktif dalam program Jamsosnaker. Keempat, melakukan diseminasi dan pelayanan pendaftaran serta pembayaran program Jamsostek bagi Pekerja Migran Indonesia. Kelima, mendorong peserta pelatihan vokasi menjadi peserta aktif dalam program Jamsosnaker.
Ida Fauziyah menambahkan, berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2021, para Gubernur dan Bupati/Wali Kota diminta menyusun dan menetapkan regulasi serta mengalokasikan anggaran untuk mendukung pelaksanaan Jamsosnaker di wilayahnya. Kedua, mengambil langkah-langkah agar pekerja penerima upah (PU) maupun pekerja bukan penerima upah (BPU), termasuk non ASN (Aparat Sipil Negara), pekerja penyelenggara Pemilu terdaftar sebagai peserta aktif dalam program Jamsosnaker.
Ketiga, kepada Pemda provinsi agar meningkatkan pembinaan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan kepatuhan pelaksanaan program Jamsosnaker. Keempat, melakukan upaya agar seluruh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) mensyaratkan kepesertaan aktif dalam program Jamsosnaker sebagai salah satu syarat kelengkapan dokumen perizinan.
Klaim menurun
Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menegaskan, jumlah klaim JHT selama Agustus 2021 sebanyak 1,74 juta masih di bawah jumlah kasus Desember 2020 sebanyak 2,52 juta. “Jadi, secara rerata yang mengajukan klaim per bulan mengalami penurunan. Ini kabar baik, karena berarti sudah safe and clean. Secara nominal dan jumlah klaim juga sudah menurun, ” ujarnya.
Anggoro menambahkan, nominal klaim JHT pada Agustus 2021 yang dibayarkan sebesar Rp 26,13 triliun. Angka ini menurun dibandingkan nominal klaim JHT yang dibayarkan Desember 2020 sebesar Rp 32,56 triliun.
Sedangkan rasio nominal klaim dibandingkan iuran JHT, pada masa pandemi September 2020-September 2021 tertinggi sebesar 70 persen. Posisi terakhir, total iuran JHT yang diterima September 2021 sebesar Rp37 triliun, sedang nominal klaim JHT yang dibayarkan sebesar Rp26 triliun.
Anggoro mengatakan dua alasan terbesar peserta mengajukan klaim JHT pada tahun 2020, yakni mengundurkan diri sebanyak 1,7 kasus dan karena PHK 624.538 kasus. Namun tahun 2021, klaim yang disebabkan pengunduran diri dan PHK jumlahnya hampir sama. “Alasan pengunduran diri sebanyak 933.762 kasus dan alasan PHK 674.113 kasus,” katanya. (Purwanto).