JAKARTA-MARITIM: Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan tidak segan-segan menindak secara hukum pihak-pihak yang terlibat dalam penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal atau nonprosedural. Termasuk Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Kami akan tegas melakukan penegakan hukum. P3MI yang nakal menempatkan PMI illegal akan dicabut izinnya. Siapa pun yang menempatkan PMI secara unprosedural kami laporkan kepada kepolisian. Kami dampingi para korban untuk melapor kepada kepolisian,” ucap Menaker pada rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Senin (24/1/2022).
Meski demikian, kata Menaker, dalam menyelesaikan persoalan PMI ilegal, penegakan hukum tidak cukup jika hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga harus dilakukan di negara penempatan. Ia pun menyatakan telah mendorong negara-negara penempatan agar menindak majikan atau agency yang menerima PMI nonprosedural.
“Misalnya di negara penempatan Malaysia. Ini jangan sampai ada celah bagi majikan atau agency di Malaysia yang melakukan pembiaran terhadap penempatan secara ilegal. Bahkan yang paling penting adalah bagaimana penegakan hukum di negara penempatan,” tandasnya.
Menurut Ida, PMI unprosedural terus terjadi karena PMI tersebut diterima dan dipekerjakan. Untuk itu, pemerintah di negara penempatan juga harus melakukan hukuman terhadap majikan atau agency yang menerima/mempekerjakan PMI tersebut.
“Alhamdulillah, terkait ini sudah ada kesepakatan dengan Menteri KSM Malaysia untuk menjaga masalah ini. Di Indonesia dijaga oleh kami, di Malaysia juga dijaga oleh Menteri KSM. Kami juga meminta agar ini dijaga juga oleh Menteri Dalam Negeri Malaysia,” ucapnya.
Selain kepada pemerintah Malaysia, pihaknya juga mendorong pemerintah Arab Saudi dan negara penempatan PMI lainnya untuk melakukan hal yang sama. Ia mendorong pemerintah Arab Saudi agar tidak memberikan visa ziarah atau kunjungan bagi PMI.
“Kami meminta betul karena visa ziarah itu sumber terjadinya pemempatan secara unprosedural. Mereka dengan visa ziarah atau visa kunjungan, mengkonversi menjadi visa pekerja. Ini menyulitkan pendataan, pemantauan, dan menyuburkan penempatan PMI secara unprosedural,” ucapnya. (Purwanto).