JAKARTA-MARITIM: Pemerintah telah meluncurkan berbagai jenis kebijakan dan program jaminan sosial untuk pekerja dalam menghadapi berbagai resiko, baik saat bekerja maupun saat sudah tidak bekerja. Seperti kecelakaan, sakit, meninggal dunia, PHK, hingga situasi usia yang sudah tidak produktif.
Berbagai jenis jaminan sosial tersebut adalah Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Sedangkan terkait pekerja yang mengalami PHK, mereka berhak mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan uang Jaminan Hari Tua.
Pemerintah juga meluncurkan program baru sebagai bantalan untuk mereka yang terPHK, yakni program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja. Sehingga diharapkan pekerja bisa survive dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial untuk para buruh tersebut, maka khusus Jaminan Hari Tua (JHT) dikembalikan kepada fungsinya. Yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa yang sudah tidak produktif lagi.
“Karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, mengalami cacat total, atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN),” kata Kepala Biro Humas Kemnaker, Chairul Fadhly Harahap, dalam pernyataan tertulis yang diterima Maritim Minggu (13/2/2022).
Dijelaskan, JHT merupakan program perlindungan pekerja untuk jangka panjang. Dananya berasal dari akumulasi iuran wajib dan hasil pengembangannya.
Meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua (memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, lanjut Chairul, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim pencairan sebagian dari manfaat JHT-nya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun. Adapun besaran sebagian dana yang dapat diambil yaitu 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.
“Dalam PP tersebut juga ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun adalah usia 56 tahun,” jelasnya.
Skema ini, kata Chairul, untuk memberikan perlindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai.
Atas dasar tersebut, Menaker Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Menurut Chairul, terbitnya Permenaker ini sesungguhnya sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan dan Kementerian/Lembaga terkait. Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. (Purwanto).