MALANG-MARITIM: Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. Pengukuhan berlangsung dalam Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas Brawijaya, Sabtu (19/3/2022).
Dalam pidato pengukuhannya yang mengangkat tema “Multi-level Collaborative Governance: Sebuah Pendekatan Baru dalam Mewujudkan Desa Mandiri di Era Digital”, Sekjen Anwar menjelaskan, perkembangan era digital menyebabkan ekonomi dunia mengalami transformasi besar ke arah knowledge economy.
Menurut Anwar, dinamika perkembangan desa juga tidak lepas dari arus besar tersebut. Desa tidak hanya mengalami digitisasi, namun juga digitalisasi yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di perdesaan.
Namun demikian, ia menilai hingga saat ini masih sangat sedikit studi kebijakan publik yang menyentuh tentang kebijakan perdesaan. Dari tahun 2014 hingga 2020, kajian kebijakan publik yang membahas tentang kebijakan perdesaan sangat minim. Sedangkan di tahun yang sama, kajian tentang kebijakan perkotaan mendapat porsi cukup besar.
Adapun permasalahan ke-2 adalah terjadinya stagnasi pendekatan pembangunan perdesaan. Menurutnya, permasalahan pertama dan kedua bermuara pada permasalahan ketiga, yaitu minimnya fokus tata kelola pembangunan perdesaan pada tataran level meso-institusional.
Untuk menjawab ketiga permasalahan tersebut, ia menawarkan pendekatan baru yang disebut Multi-level Collaborative Governance (MLCG). Pendekatan MLCG merupakan pendekatan yang cukup relevan dalam upaya pengembangan desa dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Sedang multi-level pemerintah dalam kerja sama yang sistematis dan terstruktur dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, perguruan tinggi, hingga sektor swasta.
Selain itu, sambung Anwar, pendekatan MLCG juga mendorong pengembangan desa berbasis kearifan lokal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, pendekatan MLCG mempercepat pencapaian desa mandiri melalui tiga keluaran utamanya. Yaitu manajemen pengetahuan, kepemimpinan transformatif, dan rekognisi kearifan lokal.
Adapun keunggulan dari pendekatan MLCG adalah adanya keterlibatan berbagai multi-level sektor, pengembangan desa yang berbasis potensi lokal desa dan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal, serta memanfaatkan teknologi dalam upaya pengembangan desa. “Dalam hal ini, seluruh pemangku kepentingan merupakan objek sekaligus subjek pembangunan perdesaan,” ujarnya.
Hal tersebut, menurut Anwar Sanusi, akan mendorong sense of belonging yang kuat akan tanggung jawab pembangunan perdesaan. Pembangunan perdesaan pun akan lebih bersifat dinamis dan adaptif terhadap perkembangan lingkungan strategis dan mampu meminimalisasi risiko yang muncul dari proses pembangunan tersebut.
Salah satu contoh penerapan terbaik dari pendekatan MLCG, yaitu program Desa Migran Produktif (Desmigratif). Program Desmigratif disebutnya mampu menangani permasalahan pekerja migran di desa-desa yang relatif memiliki kemiskinan tinggi secara komprehensif.
“Jika model program Desmigratif ini diaplikasikan secara luas dan dikontekstualisasi dengan nilai-nilai kearifan lokal setempat, niscaya desa mandiri bukanlah suatu mimpi yang terlalu jauh,” ucapnya. (Purwanto).