Jakarta, Maritim
Perum Bulog mengajak peternak unggas rakyat mencari daerah produksi jagung lokal guna menjamin ketersediaan jagung sebagai bahan baku pakan ternak. Mengingat pada Juni dan Juli ini bakal terjadi kelangkaan jagung.
“Saya minta peternak rakyat dan Bulog kerja sama mencari sentra jagung lokal yang memenuhi spesifikasi sebagai pakan ternak dalam kualitas dan harga,” kata Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, saat Audiensi Ketersediaan Jagung bersama Perwakilan Peternak Layer dan Broiler dari berbagai daerah, di Jakarta, Rabu (14/6).
Untuk menjawab kegelisahan peternak akan kelangkaan jagung pada bulan tersebut, tambah Djarot, pihaknya dapat melakukan serapan jagung kemudian didistribusikan kepada peternak unggas.
Seperti diketahui, saat ini peternak sulit menyerap jagung lokal, karena harga yang tinggi di tingkat petani. Yakni mencapai Rp4.500-Rp4.700 per kg, jauh dari harga jagung di gudang Bulog seharga Rp4.000 per kg, kemudian daerah produksi jagung yang tersebar jauh dari sentra peternakan unggas. Sehingga menyulitkan distribusi.
Di sisi lain, kata Djarot, karena penugasan pemerintah untuk mengelola jagung eks impor, maka Bulog berpotensi merugi hingga Rp240 miliar.
“Apabila tidak berhasil menjual jagung curah kepada peternak seharga Rp4.000 per kg, maka potensi kerugian itu harus ditanggung Bulog, sehingga perlu kita selamatkan bersama-sama. Sebab sebagian besar jagung eks impor itu masih bagus kualitasnya,” ungkap Djarot.
Saat ini, sisa stok jagung impor di gudang Bulog sebanyak 62.900 ton, yang sebagian telah turun mutu. Karena terlalu lama tersimpan di gudang. Sementara stok jagung lokal di gudang Bulog tersisa 100 ton. Makanya, Bulog perlu segera menyerap jagung lokal, yang bekerjasama dengan peternak. Tapi, peternak juga perlu segera berkoordinasi dengan kementerian teknis, jika akhirnya jagung lokal sulit diperoleh.
“Jika jagung lokal sulit diperoleh, Bulog juga siap, jika akhirnya pemerintah menugaskan untuk kembali mengimpor jagung,” ujarnya.
Djarot mengakui, penugasan pemerintah kepada Bulog sebagai buffer stock jagung, bukan suatu hal yang mudah dijalankan.Keterbatasan sarana gudang yang cocok untuk menyimpan jagung dalam waktu memadai, mengakibatkan penurunan kualitas jagung, termasuk menyesalkan sikap sebagian peternak unggas yang tidak segera menyerap jagung sebagai bahan baku pakan ternaknya.
Direktur Komersial Bulog, Febrianto, mengatakan sedianya Bulog menargetkan pengadaan jagung eks impor pada 2016 sebesar 200.000 ton mampu habis pada Februari. Namun, hingga bulan Mei, masih tersisa 69.200 ton.
“Kendala pendistribusian juga ada. Karena permintaan peternak dari Jateng dan Jatim waktunya bersamaan. Apalagi, jumlah armada kami terbatas. Sedangkan hasil Rakortas di Menko Perekonomian memberikan opsi kepada Bulog untuk menjual stok jagung eks impor diluar konsumen peternak,” jelasnya. (M Raya Tuah)