JAKARTA-MARITIM : Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan alasan PT Sepatu Bata menutup pabriknya yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat, mulai 30 April 2024 lalu karena perusahaan berupaya untuk membenahi perusahaan yang merugi akibat pembengkakan beban operasional.
“Dia (Bata), boleh saya sampaikan sedang melakukan upaya transformasi digitalisasi dan mereka meng-adjust kegiatan bisnisnya untuk lebih efisien,” ujarnya dalam rekaman suara yang dibagikan Tim Humas Kementerian Perindustrian (Kemenperin), di Jakarta, Selasa (7/5).
Menurut Agus, perusahaan sebenarnya sudah menjual sebagian aset untuk bertahan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kondisi perusahaan tak juga membaik, sehingga mereka memutuskan untuk menutup pabrik.
“Termasuk yang kita ketahui bersama, mereka sudah menjual aset dalam rangka untuk menjadikan perusahaan kembali sehat dan efisien,” ungkap Agus.
Sementara secara terpisah, Sekjen Kemenperin, Eko SA Cahyanto, menyatakan ada 3 hal apabila suatu produk dapat memenangkan pasar. Ketiga hal itu, adalah investasi, teknologi dan tenaga kerja yang harus punya kompetensi.
Kemenperin sejauh ini sudah melakukan pendalaman terkait penutupan PT Sepatu Bata. Berdasarkan pendalaman yang dilakukan Kemenperin dari kinerja produksi, ekspor-impor, serta keuangan, terdapat beberapa faktor yang mendorong penutupan pabrik dari salah satu merek alas kaki legendaris di Indonesia tersebut.
“Salah satu faktor yang menyebabkan PT. Sepatu Bata menutup pabriknya di Purwakarta karena langkah perusahaan untuk fokus pada lini bisnis retail,” kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan, di Jakarta, Selasa (7/5).
Keputusan tersebut, jelas Adie, menyebabkan lini manufaktur perusahaan tersebut tidak lagi efektif untuk diteruskan. Sebab, hanya tersisa sejumlah 206 orang karyawan dan produksi yang hanya mencapai 30% dari kapasitas yang ada, sehingga tidak efektif untuk diteruskan.
Hal ini terlihat dari data penurunan produksi di pabrik tersebut, yang pada tahun 2018 sebanyak 3,5 juta pasang, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023. Penurunan jumlah karyawan juga terjadi, dari sebanyak 693 orang di tahun 2018 menjadi 206 orang di tahun 2023. Dampaknya, PT. Sepatu Bata mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas atau kewajiban yang terus meningkat.
Dijelaskan, penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya mempunyai kecenderungan meningkat dalam dua tahun terakhir. Beberapa merek lisensinya seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner memiliki market share dan preferensi yang cukup baik di mata konsumen. Untuk itu kedepan, dalam rangka memenuhi suplai produknya, Kemenperin mengharapkan langkah yang dilakukan oleh PT. Sepatu Bata adalah melakukan sourcing produksi dari dalam negeri.
Dengan kebijakan tersebut dari perusahaan, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT. Sepatu Bata secara agregat tetap sama. Selain itu, pekerja yang awalnya terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa dialihkan ke pabrik maklunnya.
“Pengembangan bisnis retail dan langkah penguatan atau efisiensi dengan berfokus pada pengembangan merek serta desain merupakan salah satu bagian dari upaya penyerapan produksi sepatu industri dalam negeri. Seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek, kami juga mengharapkan PT. Sepatu Bata dapat melakukan hal yang sama. Dalam hal ini, Kemenperin akan membantu supaya perusahaan ini dapat bekerjasama dengan pabrik lokal yang berkualitas,” ujar Direktur ITKAK.
Di sisi lain, dengan pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki melalui Permendag 36/2023 jo. Permendag 3/2024 Nomor 3 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Kemenperin akan mengendalikan impor barang sejenis yang diproduksi oleh mitra PT Sepatu Bata.
Hal ini diharapkan akan melindungi pasar sepatu Bata dari serbuan barang impor dan penjualannya akan terus tumbuh. Pemerintah juga terus mendorong PT Sepatu Bata untuk meningkatkan ekspor dari hasil produksi dalam negeri sebagai bagian dari rantai pasok global merek sepatu Bata bersama afiliasinya di luar negeri.
Adie menegaskan, kebijakan lartas yang diterapkan oleh Pemerintah seharusnya dianggap sebagai angin segar bagi industri dalam negeri untuk terus meningkatkan produksinya. Terbukti, kinerja industri kulit dan alas kaki pada triwulan 1-2024 mengalami peningkatan, ditunjukkan oleh pertubuhan sebesar 5,9% (YoY), peningkatan ekspor sebesar 0,95% (YoY), dan penurunan impor hingga 1,38% (YoY).
“Hal ini menunjukkan impor yang mengalami penurunan, disubstitusi oleh industri dalam negeri ditandai dengan konsumsi dan nilai tambah yang mengalami peningkatan dengan kenaikan PDB,” pungkasnya. (Muhammad Raya)