Menaker Pimpin Sidang Pleno LKS Tripnas, Bahas Tindak Lanjut Putusan MK

Didampingi Dirjen PHI dan Jaminan Sosial Indah Anggoro Putri (kiri), Menaker Yassierli memimpin siding pleno LKS Tripartit Nasional membahas tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi.

JAKARTA-MARITIM: Menteri Ketenagakerjaan Yassierli selaku Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) memimpin Sidang Pleno IV LKS Tripartit Nasional di Jakarta, Senin (4/11/2024). Salah satu topik yang dibahas dalam Sidang Pleno ini adalah tindak lanjut dari putusan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Dalam sidang pleno tersebut, Yassierli menekankan 2 hal. Pertama, putusan MK atas UU Cipta Kerja harus dihormati dan dipatuhi oleh semua anggota LKS Tripartit Nasional yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh. Kedua, seluruh anggota LKS Tripartit Nasional bersama-sama mendialogkan solusi atas putusan MK tersebut.

“Saya kira putusan MK ini adalah sesuatu yang harus kita hormati dan kita patuhi bersama-sama. Selanjutnya kita akan mencari solusi yang terbaik untuk bangsa,” kata Yassierli.

Menaker mengatakan, hal paling krusial untuk segera ditindaklanjuti adalah penetapan Upah Minimum (UM) tahun 2025. Hal ini dikarenakan penetapan UM provinsi tahun 2025 harus dilakukan paling lambat 21 November 2024. Sementara untuk penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota harus dilakukan paling lambat tanggal 30 November 2024.

Adapun beberapa poin masukan dari serikat pekerja/buruh terkait penetapan UM 2025, yaitu memberikan keleluasan kepada Gubernur dan Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) untuk berkolaborasi terkait penetapan UM Provinsi, UM Kabupaten/Kota, dan UM Sektoral dengan berbasis Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Penetapan UM 2025 tidak menggunakan PP 51/2023, namun menggunakan survei KHL dari unsur Depekab/Depekot dengan memperpanjang waktu penetapan UM sampai tanggal 10 Desember 2024.

Sementara dari unsur pengusaha mengusulkan beberapa hal. Di antaranya tetap memberlakukan PP 51/2023 sebagai kepastian penetapan UM 2025 serta menghindarkan dari politisasi penetapan UM. KHL yang digunakan adalah KHL yang berdasarkan data BPS. Sementara UM Sektoral tidak ditetapkan terlebih dahulu untuk sektor padat karya.

“Jadi kita fokus terkait upah minimun ini dulu. Nanti masukan dari teman-teman semua akan kita bawa ke pak Presiden untuk dimintai arahan,” katanya. (Purwanto).

Related posts