Sejumlah operator kapal rute Batam –Singapura (pp) yang secara reguler melakukan bongkar muat barang di perairan wajib pandu Sekupang, Batam, meminta Ditjen Pehubungan Laut dan Badan Pengusahaan (BP) Batam agar memberikan dispensasi atau pengecualian untuk kapal-kapalnya.
Alasannya, selain nakhoda kapal telah memahami alur pelayaran di perairan wajib pandu, juga menurunnya muatan yang tidak seimbang dengan tingginya biaya pandu.
“Kapal pengangkut kontainer jenis LCT (Landing Craft Tank) biasanya mampu memuat 36 petikemas ukuran 20 feet. Namun seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi global, kini terkadang hanya bisa mengangkut 5 kontainer,” kata salah seorang operator kapal di pelabuhan Roro Sekupang Batam kepada Maritim kemarin.
Kondisi ini tidak seimbang dengan biaya pandu sebesar US$180 untuk kedatangan kapal. Untuk keberangkatan juga harus bayar US$180/kapal.
”Pemerintah harus melakukan terobosan. Jangan aturan wajib pandu itu diberlakukan untuk semua kapal. Kapal kami kadang dua kali sehari masuk perairan itu, sehingga nakhoda telah hafal alur pelayaran tersebut,” ujar pengusaha yang juga nakhoda dan memiliki 4 kapal reguler Batam-Singapura.
Data yang dihimpun Maritim menyebutkan, perairan wajib pandu di Batam antara lain kawasan Sekupang yang meliputi perairan Tanjung Uncang, Pulau Bulan, Batu Ampar, Kabil, dan perairan Pulau Nipah. Sedang wajib pandu luar biasa di perairan Takong Hiu (Barat ) dan Perairan Nongsa (Timur ).
Adapun perusahan jasa pemanduan di Batam terdiri dari PT Pelindo I, Asinusa Putra Sekawan, PT Bias Delta Pratama, PT Pelindo Marine Service, dan Pelayanan Pemanduan Pelabuhan BP Batam.
Pria yang bekerja di perusahaan pelayaran Singapura itu selanjutnya mengatakan, di Singapura kapal reguler yang tiap hari masuk perairan wajib pandu Singapura, nakhodanya diwajibkan mengikuti kursus selama 3 hari. Setelah mendapat sertifikat pemanduan (pilot) yang berlaku 6 bulan, nakhoda bisa memandu sendiri kapalnya.
”Kalau ini bisa diterapkan di Batam lebih baik, sehingga juga bisa membantu mengurangi biaya perusahaan,” ujar pribumi yang tak mau disebut identitasnya.
Kepala Seksi Pelayanan Pemanduan BP Batam Efendi S. saat ditemui Maritim di kantornya mengatakan, ketentuan wajib pandu di perairan Batam dikeluarkan Dirjen Hubla. Jadi komplainnya ke Ditjen Hubla Kemenhub, sedang mengenai tarif ke BP Batam Centre.
“Kami hanya pelaksana yang bekerja sama dengan PT Bias Delta Pratama,” kata Efendi S yang didampingi Capt. Ricky, petugas pandu di pelabuhan itu.
Namun saat ditanya tarif resmi pemanduan, Effendi mengelak untuk menjawab. “Tanya saja sama yang komplain itu,“ pintanya kepada Maritim.
Capt. Ricky menegaskan, kapal 500 GT ke atas yang memasuki perairan Sekupang harus menggunakan petugas pandu. Berdasarkan PP No. 81 tentang Kenavigasian, nakhoda yang tidak meminta jasa pandu terancam hukuman 2 tahun penjara dan/atau denda senilai Rp 300 juta.
Tentang nakhoda di Singapura yang bisa melakukan pemanduan kapal sendiri, Ricki menjelaskan, kebijakan itu karena tingginya mobilitas kapal yang memasuki perairan Singapura. Sehingga otoritas Singapura membuat dispensasi tentang pandu bagi kapal regular.
“Saya pernah mengantongi sertifikat pilot tersebut yang berlaku selama enam bulan dengan biaya 8000 dolar Singapura,“ ujarnya.
***Amrullah.