Batam, Maritim
Industri galangan kapal di kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) belakangan ini agaknya boleh menarik nafas panjang.
Pasalnya, dari sekian banyak industri galangan kapal yang tersebar di BBK ini, ternyata di kawasan ini masih kekurangan order. Akibatnya, pertumbuhan industri galangan kapal di daerah BBK melambat.
“Di Batam ini banyak galangan kapal tapi kekurangan order. Karena itu, saya mengajak Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Pak Ngurah Swajaya ke Batam. Supaya nanti saat bicara dapat disampaikan ke pejabat Singapura untuk dicarikan order bagi galangan kapal di Batam. Karena galangan kapal di Batam kekurangan order,” kata Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, pada acara peluncuran kapal angkut semen curah (cement carrier) ‘MV Iriana’ 10.000 dead weight tonnage (DWT), produksi galangan kapal PT Sumber Marine Shipyard, di Tanjung Uncang, Batam, Sabtu (25/3).
Hadir pada kesempatan itu Duta Besar Indonesia untuk Singapura Ngurah Swajaya, Kepala Pengusahaan (BP) Batam Hatanto Reksodiputro, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustruan (Kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan, Ketua Umum Indonesian National Shipowner’s Association (INSA) Johnson W Sutjipto, pemilik galangan kapal PT Sumber Marine Shipyard Haneco WL dan para undangan lainnya.
Kapal karya anak bangsa yang diberi nama ‘MV Iriana’ ini, adalah kapal pertama yang diproduksi di Indonesia, sekaligus Indonesia sebagai negara nomor tiga di Asia yang membangun kapal sejenis ini. Setelah Jepang dan Taiwan.
Di samping itu, kapal ini digerakkan bukan dengan bahan bakar minyak, tapi menggunakan teknologi electric propulsion. Sehingga memutar baling-baling dengan tenaga listrik pada motor electric dan akhirnya dapat menghemat energi serta ramah lingkungan.
Secara spesifikasi, kapal yang memiliki kecepatan sepuluh knot ini, punya panjang 117 meter. Lebar 25,5 meter, tinggi 7,9 meter dan memiliki kedalaman ke air (draft) 6,3 meter. Bahkan, pemakaian bahan baku kapal ini 100% menggunakan plat baja lokal, yang berasal dari PT Krakatau Posco di Cilegon.
Padahal, menurut Menperin, industri perkapalan di Batam adalah industri strategis. Karena dulu sebelumnya memindahkan seluruh industri yang ada di Singapura ke Batam. Kemudian berkurangnya order ini juga didorong oleh faktor melemahnya harga komoditi primer di pasar global. Sehingga dampaknya industri pelayaran juga melesu.
Namun sekarang, tambah Airlangga, harga batubara mulai merangkak naik. Jika kondisi ini terus membaik, maka akan mendorong industri pelayaran bergerak lagi, lalu dampaknya industri galangan kapal juga menggeliat.
“Yang kedua, Indonesia banyak proyek baru dan besar-besar, seperti Marsela dan Teluk Bintuni. Di mana seluruh kebutuhan untuk off shore bisa di penuhi dari Batam. Karena Batam merupakan klaster oil and gas untuk off shore. Sehingga berbagai pekerjaan di Marsela dan Teluk Bintuni bisa di pasok dari Batam,” pinta Menperin.
Di sisi lain, sambung Menperin, infrastruktur konektivitas maritim salah satu buktinya adalah dari galangan kapal ini. Jadi galangan kapal ini akan melengkapi poros maritim. Karena itu, poros maritim tidak akan lengkap tanpa adanya industri galangan kapal yang kuat.
“Jadi sebenarnya, pemerintah itu banyak punya proyek infrastruktur yang bisa menunjang Batam untuk beriklan. Jadi nanti bagaimana kita dorong BP Batam juga ikut melobi kementerian dan lembaga negara lain serta kontraktor yang telah memperoleh pekerjaan agar diundang ke Batam untuk diberikan gambaran soal berbagai industri yang ada di Batam. Sebab kalau kita bicara laut kompetensinya itu sebenarnya ada di Batam. Jadi ini harus di konek atau disambungkan, sehingga proyek-proyek multi miliaran dolar itu tidak lari kemana-mana, tapi tetap ada di dalam negeri,” tekan Airlangga.
Dengan dibangunnya kapal ini bisa di hemat devisi sebanyak Rp260 miliar. Bagi Kemenperin, industri perkapalan adalah prioritas, karena merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan padat karya. Di Jepang penggunaan teknologi electric propulsion sempat jadi kontroversial karena diasumsikan pemakaiannya bisa menghemat sampai sepuluh persen. Tapi sekarang di kapal ‘MV Iriana’ bisa di hemat sampai 20%.
Sementara pemilik galangan kapal PT Sumber Marine Shipyard, Haneco WL, mengaku bangga karena perusahaannya mampu menyelesaikan pengerjaan kapal angkut semen curah ini hanya dalam tempo sepuluh bulan. Dengan melibatkan sebanyak 800 karyawan lokal. Ini menunjukkan galangan kapal dalam negeri memberi peluang yang cukup besar terhadap penyerapan lapangan kerja.
“Selain itu, yang harus diacungkan jempol, pembuatan kapal ini memakai plat baja produk lokal. Yang tentunya juga akan membantu industri baja dalam negeri. Sehingga efek dominonya turut menggerakkan ekonomi di Indonesia,” ujar Haneco, yang juga pemilik perusahaan pelayaran PT Andalas Bahtera Baruna (ABB).
Ke depan, lanjutnya, pihaknya siap membangun kapal curah aspal yang dibutuhkan Pertamina.
Di tempat sama, Ketua Umum INSA, Johnson W Sutjipto, menyampaikan penghargaan kepada PT Sumber Marine Shipyard yang mempelopori pembangunan kapal cement carrier pertama di Indonesia dengan menggunakan sistem diesel electric propulsion.
“INSA memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk memprioritaskan galangan kapal nasional dalam kegiatan pengerjaan kapal baru maupun perbaikan kapal-kapalnya,” ungkapnya.
Pembangunan kapal jenis ini, kata Johnson, tidaklah mudah. Tapi galangan nasional bisa mengerjakannya. Ini suatu bukti galangan kapal dalam negeri mampu berbuat. Khususnya PT Sumber Marine Shipyard.
“Kami berharap, dengan pembangunan kapal ini dapat membangkitkan bangsa Indonesia untuk berinovasi dan berkarya nyata untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ucap Johnson.
Sedangkan Dirjen ILMATE Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, menambahkan saat ini jumlah galangan kapal di Indonesia mencapai 250 perusahaan. Dengan kapasitas produksi mencapai satu juta ton per tahun untuk bangunan baru dan 12 juta ton per tahun untuk reparasi kapal. Ke depan diharapkan, kapasitas produksi untuk bangunan baru ini dapat ditingkatkan, termasuk untuk reparasi kapalnya. Sehingga pengembangan industri komponen dalam negeri dapat didorong dan akhirnya struktur industri maritim nasional semakin kuat. (M Raya Tuah)