Jakarta, Maritim
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri meresmikan Desa Kuripan, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, sebagai percontohan Desa Migran Produktif (Desmigratif).
Program desmigratif merupakan terobosan baru untuk memberdayakan, meningkatkan pelayanan, serta memberi perlindungan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di desa yang menjadi kantong-kantong TKI. Program ini dirancang untuk menekan jumlah TKI non-prosedural, karena sangat berkaitan tindak pidana perdagangan manusia (human trafficking), dimana warga desa sering jadi korban.
“Pemerintah Desa harus bisa memberi informasi cara menjadi TKI sesuai prosedur yang berlaku, karena selama ini warga dapat info dari calo-calo yang beredar di desa,” kata Hanif di Balai Desa Kuripan.
Perlindungan TKI harus dilakukan sejak pra, hingga kembali ke daerah asal. “TKI harus merasakan pelayanan yang aman, cepat, mudah dan berbiaya murah,” ujarnya.
Sebelumnya, Menaker meresmikan Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sebagai Desmigratif. Pada 2017 ini, sebanyak 120 desa kantong TKI di 50 Kabupaten akan ditetapkan sebagai Desmigratif, antara lain di Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedangkan pada 2018 direncanakan sebanyak 150 desa dan 200 desa pada 2019, sehingga total ada 500 Desmigratif di seluruh Indonesia.
Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemnaker, Sugiarto Sumas, ketika dihubungi menjelaskan program Desmigratif mencakup 4 kegiatan utama. Yakni pembangunan pusat layanan migrasi, memupuk usaha produktif, community parenting, dan membentuk koperasi usaha produktif. Semuanya dilaksanakan secara bertahap, yakni sebelum, saat penempatan dan sesudah penempatan (purna).
Sugiarto Sumas
Subyek program desmigratif adalah calon pekerja migrant dan keluarganya, serta TKI purna (setelah bekerja di luar negeri) dan ingin berusaha di dalam negeri.
Warga Desa Kuripan telah memperoleh pelatihan agar dapat mengolah potensi lokalnya menjadi produk yang bernilai tambah. Di antaranya pengolahan salak, singkong, daging ayam, telur puyuh dan pelatihan membatik.
Sedangkan di Desa Kenanga, pelatihan untuk membuat kerupuk kulit ikan, kerupuk udang, keripik manga, manisan manga, dodol mangga, sirup mangga, baso soji, abon sapi, dan rempeyek. Kedua desa juga mendapatkan pelatihan pengemasan sampai pemasaran produk.
“Melalui pelatihan kewirausahaan dengan skema TKM (Tenaga Kerja Mandiri) diharapkan bisa mendorong warga desa untuk membuka usaha produktif yang berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Sumas, NTT akan menerima alokasi program Desmigratif mengingat pekerja migran dari provinsi itu sering mengalami masalah. Seperti perdagangan manusia (human trafficking), pemalsuan data kependudukan yang menimbulkan ekses pekerja anak karena pemalsuan umur, dan ekses pekerja tidak terampil karena pemalsuan pendidikan dan pelatihan.
Sebelum penempatan, program Desmigratif diarahkan untuk menyiapkan calon pekerja di luar negeri yang kompeten, legal dan produktif. Misalnya, pengurusan semua dokumen yang diperlukan, termasuk paspor.
Saat penempatan, kegiatan meliputi pelayanan sistem informasi pekerja migran, pelayanan remitansi, pengasuhan anak, serta pemberdayaan ekonomi keluarga. Sedangkan bagi mereka yang tidak ingin lagi bekerja di luar negeri akan diberi keterampilan untuk mengembangkan produk lokal.**Purwanto.