BUDIDAYA UDANG DI PESISIR MATARAM

Mataram – Maritim

 DINAS Kelautan & Perikanan Nusa Tenggara Barat (DKP NTB) mendorong masyarakat pesisir membudidayakan udang vaname dengan memanfaatkan potensi tambak yang ada tanpa harus mengandalkan investor. Terkait halitu, Sasi Rustandi Kepala Bidang Perikanan & Budi Daya (Kabid PBD) DKP NTB pekan lalu katakan: “Kami lebih senang budi daya udang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat karena efek ekonominya lebih kuat”.

Read More

Dalam penilaiannya, budi daya udang vaname yang sudah mulai menggeliat lagi di NTB, banyak dilakukan investor. Namun tenaga kerja yang terserap sebagian  besar berasal dari luar daerah. Sementara budi daya oleh masyarakat belum signifikan. Hal itu disebabkan modal yang dibutuhkan relatif besar dan kemampuan teknologi yang relatif rendah. Untuk itu, pihaknya berupaya memotivasi masyarakat pesisir agar menghidupkan kembali tambak-tambak yang terbengkalai, dengan memberi bantuan sarana-prasarana, berupa excavator untuk mengeruk sedimentasi tambak dan aliran sungai guna perlancar pergantian air laut.

Menurut Rustandi, selain bantuan sarana dan prasarana, pemerintah daerah juga memfasilitasi masyarakat pesisir bermitra dengan perusahaan yang memiliki teknologi budi daya. Hal itu sudah dilakukan kelompok masyarakat di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Mereka menjalin kemitraan dengan PT Jafpa, selaku perusahaan penyedia benih dan pakan udang vaname. Perusahaan itu membina kelompok nelayan dengan memberikan ilmu pengetahuan dan teknologi cara budi daya udang vaname yang baik sehingga mampu menghasilkan produksi berlimpah. Dari hasil pembinaan yang dilakukan, produksi udang vaname mencapai 10-12 ton per hektar, hingga tambak di Kecamatan Pujut yang sudah lama tak termanfaatkan hidup kembali.

Dengan memotivasi masyarakat pesisir, ia berharap target produksi udang vaname sebanyak 55.373 ton pada tahun 2017 bisa terealisasi. Target tersebut meningkat 11,75% dibanding target tahun sebelumnya. Potensi luas lahan tambak di NTB mencapai 30.000 hektar, namun baru 50% yang sudah termanfaatkan, tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur. Ada juga di Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, dan Bima, di Pulau Sumbawa. Menurut Rustandi, udang vaname NTB diminati konsumen di negara tujuan ekspor karena bebas dari penyakit “Early Mortality Syndrome” (EMS), salah satu jenis penyakit yang menyerang udang vaname dan udang windu.

“Harga udang vaname rerata Rp75 ribu per kilogram di tingkat pembudidaya. Bahkan, hasil produksi kelompok nelayan di Kecamatan Pujut dibeli pengusaha asal Surabaya dengan harga Rp90 ribu/kg” pungkas Sasi Rustandi. ***ADIT/Dps/Maritim

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *