Jakarta, Maritim
Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, memberikan perhatian khusus pada pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional. Terutama dalam upaya peningkatan daya saing, jumlah populasi dan penyerapan tenaga kerja. Karena hal itu sejalan dengan bunyi butir-butir Nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Yang antara lain mewujudkan kemandirian ekonomi, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta membangun daerah dan pedesaan.
Konkritnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tahun depan bakal menerapkan program restrukturisasi mesin, untuk mengangkat dan memberdayakan industri mebel dan kerajinan di Tanah Air. Termasuk meningkatkan nilai ekspornya.
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyambut baik upaya pemerintah tersebut dan optimistis dengan program restrukturisasi mesin tersebut akan mampu mengangkat martabat industri mebel dalam negeri ke mancanegara.
“Saya bisa memastikan tahun depan Kemenperin sudah pasti akan mengalokasikan anggaran untuk subsidi restrukturisasi mesin industri mebel dan kerajinan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga dengan begitu, industri ini mampu tumbuh lebih cepat lagi,” kata Wakil Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, pada suatu kesempatan.
Saat di konfirmasi pada Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin, Edy Sutopo, membenarkan ihwal bakal dikucurkannya anggaran untuk program restrukturisasi mesin industri mebel dan kerajinan pada 2018 mendatang tersebut.
“Program restrukturisasi mesin tersebut bentuknya bantuan keringanan investasi untuk industri furnitur. Di mana sampai saat ini pihak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) sudah menyetujui adanya program dimaksud,” ungkp Edy kepada tabloidmaritim.com, baru-baru ini.
Untuk kelanjutan program restrukturisasi mesin tersebut, kini pihak Kementerian Keuangan tengah menyiapkan segala sesuatunya, termasuk menyiapkan peraturan menterinya.
“Saat ini, peraturan menterinya sedang disiapkan, yang mana rencana sosialisasinya akan dimulai pada Maret 2018 mendatang. Artinya, setelah hasil lelang Lembaga Penilai Independen/Lembaga Pelaksana Program akan membantu kami dalam memproses permohonan tersebut. Adapun anggaran yang sudah disepakati akan dikucurkan pemerintah sebesar Rp7 miliar,” ujarnya.
Menjawab soal kapan waktu pengucuran anggaran dimaksud, Edy menjawab, pengucuran anggaran 2018 tersebut akan dimulai setelah melalui proses verifikasi dokumen dan peninjauan alat di lapangan.
Diutarakan, sebenarnya usulan program restrukturisasi mesin industri furnitur ini sudah mulai dilakukan beberapa tahun lalu, tapi baru disetujui oleh Bappenas mulai 2018 mendatang.
Di mana tujuannya, tambahn Edy, untuk meningkatkan kapasitas terpasang nasional. Produktivitas atau efisiensi dan konsistensi mutu produk.
Pada kesempatan terpisah, Sobur menjelaskan, peremajaan mesin-mesin pada industri mebel dan kerajinan sudah sangat mendesak dilakukan. Dengan adanya program restrukturisasi mesin ini tujuan agar kapasitas industri bisa bertambah lewat dukungan teknologi yang mumpuni.
Karena, lanjutnya, mesin-mesin berteknologi canggih dan berpresisi tinggi sudah waktunya dimiliki oleh industri mebel ke depannya. Terutama dalam rangka merebut daya saing dan kapasitas terpasang nasional.
“Terserah kita nanti mau membeli mesin-mesin dari Jerman, China, Taiwan atau Jepang. Sebab tanpa teknologi, saya pikir daya saing kita tidak akan tercapai, yang ujungnya target ekspor US$5 miliar juga tidak akan tercapai,” pintanya.
Dengan adanya dukungan penuh dari pemerintah, tambahnya, ekspor mebel dan kerajinan bisa tumbuh. Karena target ekspor 2017 yang hanya US$2 miliar dari US$2,4 miliar faktanya tidak sesuai harapan. Yakni saat ini industri mebel dan kerajinan nasional belum tangguh.
Di mana data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekspor mebel Indonesia tahun lalu mencapai US$1,6 miliar dari periode sebelumnya US$1,9 miliar. Sementara ekspor mebel nasional sejak Januari hingga Juni 2017 baru mencapai US$872 juta.
Sebab itu, aku Sobur, ada sepuluh langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri furnitur Indonesia. Yang salah satunya adalah peremajaan alat dan teknologi produksi.
Peralatan produksi itu berupa teknologi tepat guna terbaru yang dibutuhkan pelaku usaha, dengan spek yang sesuai kebutuhan dan canggih, sehingga bisa menopang terjadinya akselerasi dan efisiensi proses. Dengan begitu kemampuan industri Indonesia dapat bersaing di pasar global.
Ditanya soal peremajaan mesin, dijelaskan, 3.000 perusahaan yang tergabung di HIMKI akan diberikan dana untuk membeli mesin baru secara impor. Sehingga bisa mengejar produktivitas China yang 5 kali lebih cepat dari Indonesia.
Nantinya dana subsidi Kemenperin disebutkan, jika harga satu unit mesin senilai Rp100 juta, maka setelah disubsidi bunga 20 persen oleh pemerintah, pengusaha hanya perlu membayar mesin impor Rp80 juta.
Sebenarnya, Indonesia itu banyak memiliki sumber daya alam untuk bahan baku membuat mebel, furnitur, atau kerajinan. Tapi kenapa produktivitasnya lebih bagus China ketimbang Indonesia. (M Raya Tuah)