KENDATI hampir sepanjang pekan lalu, aktivitas Gunung Agung terasa kian tenang, tetapi memasuki Desember 2017 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kembali mendeteksi aktivitas vulkanik tremor atau getaran menerus melebihi ambang batas (overscale) alat deteksi seismograf, yang berlangsung 34 menit. Devy Kamil Syahbana Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG, di Karangasem jelaskan: “Tremor overscale berlangsung mulai Jum’at 16.42 sampai 17.16 Wita. Ini penanda masih ada suplai yang muncul akibat efusi (lelehan) lava”.
Diterangkan bahwa Aunung Agung sudah mengalami gempa vulkanik 15 kali. Sedang gempa low frekuensi terekam 19 kali, awali tremor skala besar, sekitar 34 menit dengan amplitudo maksimal 23 mm. Gempa dengan frekuensi redah, merefleksikan fluida magmatic ke permukaan. Dengan kata lain kian besar suplai magma menuju permukaan. Secara visual, kawah Gunung Agung masih terlihat asap putih. Sesuai data citra satelit pertegahan pekan lalu, rerata pergerakan magma ke permukaan kawah mencapai 36 meter kubik per detik. Dengan demikian, jumlah lava yang ada di kawah diperkirakan mencapai 20 juta meter kubik, dari total kapasitas kawah Gunung Agung mencapai 30 juta meter kubik.
“Artinya, lava baru memenuhi duapertiga kawah, masih cukup jauh untuk memenuhi hingga bibir kawah. Kita lihat saja pertumbuhan magma ini kedepannya, bisa bertambah, bisa melambat, bisa juga terhenti sama sekali” kata Devi menjelaskan.
Walau asap abu vulkanik cenderung menurun dan lebih dominan asap putih uap air, namun hasil pengukuran gas sulfur dioksida (SO2) masih cukup tinggi, yakni sebanyak 201 ton per harinya, sebagai tanda aktivitas magmatik masih berlangsung. Hal ini masih diikuti fenonena tampaknya sinar api di atas kawah, sebagai indikasi influsi lava di kawah terus terjadi dan sangat panas. Mungkin, akibat peningkatan suhu di seputaran puncak, mulai hari Sabtu kemarin, sudah ada laporan pendudukyang menjumpai kawanan rusa yang menuruni lereng gunung, dan beberapa jenis burung yang mati, juga rumput dan daun yang layu.
Lebih jauh Devy Kamil jelaskan fase erupsi gunung Agung tahun ini masih cenderung identik seperti yang terjadi menjelang letusan tahun 1963. Sejauh ini, terdapat beberapa kemiripan, yakni ada fase efusi lava untuk memenuhi kawah sebelum terjadi guguran lava dan awan panas termasuk sering terlihatnya sinar api di atas kawah. Tetapi setelah itu, tak ada catatan instrumental yang bisa memberi data konkret erupsi Gunung Agung tahun 1963.
Jelas Devi pula: “Kami lihat fasenya masih mengikuti pola erupsi 1963. Tetapi kita tak dapat samakan apakah letusanya akan seperti 1963. Apakah efusif atau eksplosif juga tak ada yang tahu. Semua tergantung energi yang dikeluarkan gunung itu sendiri. Tetapi saat ini kecenderungannya menunjukkan Gunung Agung masih akan mengalami erupsi berikutnya”.
Guna lakuka penelitian lebih lanjut, PVMBG berencana kembali lakukan pemantauan kawah gunakan drone. Namun hal ini baru akan dilakukan sepekan ke depan, karena saat ini drone sedang mengalami masalah teknis dan harus diperbaiki di Bandung. Tim drone akan kembali dan melakukan pemantauan kawah paling cepat seminggu kedepan.
“Meskipun secara visual Gunung Agung tampak mereda, namun data lain tunjukkan aktivitas vulkaniknya masih tinggi. Aktivitas vulkanik gunung Agung dapat dikatakan mereda, bila sudah ada penurunan gempa secara konsisten, deformasi tunjukan deflasi konsisten, secara geokimia tidak terekam gas SO2, serta tidak lagi terekam anomali thermal di kawah gunung Agung” pungkas Devi.***ERICK A.M.