DEMI KERJA DI CRUISE, SEMETON LEGA MUTANG !

Denpasar, Maritim

BEKERJA di kapal pesiar, kian diminati orang Bali. Berdasar data, jumlah semeton (warga Bali) yang bekerja di kapal cruise hingga tahun 2017 total sudah mencapai 16.000 orang. Peningkatan cukup signifikan terjadi sejak tahun 2015 hingga 2017 dengan setiap tahun tercatat sebanyak 1.000 orang. Sedang data 2014 menunjukkan sudah ada 13.000 orang Bali yang bekerja di kapal pesiar.

Read More

I Dewa Putu Susila, Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Bali, menjeaskan kepada Maritim: “Latar belakang tingginya minat tersebut, didorong masalah klasik: faktor ekonomi. Untuk modal awal sebagai persiapan bekerja di kapal cruise, semeton lega mutang, saudara kita warga Bali rela cari utangan. Tidak heran, dari total pekerja kapal pesiar asal Indonesia, 50% didominasi oleh orang Bali”.

Menurut Putu, pekerja kapal pesiar dengan bidang kerja paling rendah dalam satu manajemen, setidaknya setiap bulan bisa mengantongi gaji mencapai Rp15 juta. Jumlah ini jelas lebih besar dibanding pekerjaan yang sama di dalam negeri.

“Apalagi masyarakat Bali karena merupakan daerah pariwisata, ramah tamahnya sangat bagus sehingga banyak juga diterima” tambah Putu.

Lebih jauh, Ketua KPI Bali menegaskan biaya awal agar bisa bekerja di kapal pesiar menghabiskan Rp.5 juta, lantaran biaya tiket maupun visa yang sudah ditanggung oleh perusahaan. Menurutnya, anggaran Rp.20 juta yang disiapkan Pemerintah Bali untuk memberangkatkan satu orang calon pekerja terlalu mahal, jika hanya digunakan untuk membiayai administrasi semata.

Masih menurut Putu, biaya Rp.5 juta yang dimaksud, meliputi pembuatan paspor, buku pelaut, basic safety training (BST), dan crisis crowd management (CCM). Sementara, biaya medical check up, visa, dan akomodasi tidak dihitung karena baru akan dibayar saat sudah bekerja nanti.

“Mendingan kalau bicara masalah bantuan dari Pemerintah Daerah Bali, lebih fokus pada penelisikan terhadap orang yang berkompeten untuk menjadi pekerja di kapal pesiar.  Jangan asal sekedar comot, tetapi mendapatkan pemuda yang tidak tepat sasaran, karena yang bersangkutan ternyata kurang memiliki kualifikasi di bawah standar. Kalau ini sampai terjadi, nyanan wantah ura pipis dogen, nanti malah hanya hambur-hamburkan uang saja” kata Putu pula.

Lebih jauh, Putu kemukakan harapan agar biaya Rp.20 juta yang dianggarkan lebih banyak dimanfaatkan untuk fokus pada pelatihan kerja, sebagai kesiapan memasuki pasar kerja yang sangat diperlukan. Dikhawatirkan, akibat merasa tak nyaman menghadapi pekerjaan, lalu pekerja tersebut malah memutuskan berhenti dan kembali pulang ke Bali.

Memungkasi penjelasan, Putu mengimbau pemerintah daerah seharusnya mulai menyokong pengangguran yang ada di Bali untuk bekerja di hotel maupun penginapan yang telah ada. Antara lain dengan cara memberi training ke hotel-hotel yang banyak tersebar di Bali, baru kemudian diberangkatkan memasuki lapangan kerja di kapal-kapal pengangkut wisatawan mancanegara, yang kian banyak mengunjungi Indonesia.***ERICK ARHADITA

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *