PARA pengusaha pengguna jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya mengemukakan keluhan meeka tentan makin tingginya biaya jasa logistik di bandar terbesar di Jawa Timur bahkan Kawasan Timur Indonesia (KTI) itu. Disebutkan sebagian besar penyedia jasa hanya dilakukan oleh satu perusahaan saja, hingga dinilai di pelabuhan ini masih sarat dengan praktik monopoli. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 17/2008 diamanakan bahwa penyediaan dan pengelolaan lahan serta yang berhak usulkan tarif adalah Otoritas Pelabuhan. Dampak selanjutnya, biaya logistik di Pelabuhan Tanjung Perak dinilai cukup tinggi hingga mempengaruhi tingginya harga barang yang akan dijual.
“Harusnya OP yang menarik, tetapi dalam kenyataan malah dilakukan PT Pelindo III. Sebab kini Pelindo III menyiasatinya dengan membuat banyak anak usaha yang bergerak di bidang yang sama dengan para anggota Kadin Jatim. Antara lain usaha di sektor trucking, bongkar muat, gudang dan lain sebagainya. Persaingan menjadi tidak sehat. Akibatnya, tarif logistik di pelabuhan menjadi sangat mahal. Kami melihat ini tidak benar. UU 17/2008 yang memiliki semangat anti monopoli harus dilaksanakan dengan benar” ungkap Dedy Sihajadi Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, di Surabaya.
Menurutnya, sebenarnya biaya logistik bisa ditekan agar produk jadi bisa bersaing, karena Kadin Jatim dan anggotanya berkeinginan ikut menyemarakkan pasar domestik dan meningkatkan ekonomi daerah melalui perdagangan antar pulau.
“Seharusnya, persaingan dalam pelabuhan dibenarkan, agar biaya logistik seperti biaya bongkar muat dan lain sebagainya bisa lebih kompetitif. Karena itu, kami berharap agar UU 17/2008 dilaksanakan dengan benar. Karena apabila tidak sesuai, dikhawatirkan produk domestik tidak bisa bersaing dengan barang dari luar negeri. Sebab pengusaha perlu cepat, murah dan mudah ” ujar Dedy Sihajadi akhiri penjelasan. ***AYUDHIA/Sub/Maritim