Jakarta, Maritim
Kebjakan baru Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukito, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya, harus digunakan secara bertanggungjawab
Hal itu dikatakan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Harjanto, dalam percakapan dengan wartawan, di Jakarta, belum lama ini.
Ihwal diterbitkannya Permendag itu, adalah untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya serta untuk mendukung pelaksanaan tata niaga impor melalui pengawasan post border.
Menurutnya, dalam rangka penyederhanaan proses, nantinya impor baja tidak lagi membutuhkan rekomendasi dari Kemenperin. Di sisi lain, terbitnya Permendag ini adalah sebagai upaya untuk memudahkan, mempercepat dan melancarkan masuknya bahan baku dari luar negeri. Yang diperlukan di dalam negeri, karena di dalam negeri belum diproduksi, atau memang telah diproduksi namun suplainya masih kurang.
“Sehingga nantinya kita harapkan ada pertumbuhan yang optimal, karena ada kemudahan diberikannya importasi bahan baku, sebagai kelanjutan dari proses produksi,” katanya.
Hanya saja, sambungnya, Permendag itu harus dipergunakan secara bertanggung jawab. Karena ini larinya akan ke post border.
“Saya akan coba melakukan monitoring pada tabulasi dari pada yang diimpor itu. Kita akan minta dari Kemendag apa-apa saja yang diimpor. Sehingga kita bisa melakukan kontrol. Jadi bukan berarti kita lepas control, tidak. Sebab fungsi pengawasan itu bukan berarti kita melepas kontrol. Pengawasan tetap akan kita lakukan dan tidak akan lepaskan,” tegas Harjanto.
Ditambahkan, nantinya lewat tabulasi bisa dilihat apa ada lonjakan impor atau kenapa impornya tinggi pada beberapa komoditi baja tertentu.
“Jika hal itu terjadi, maka kita akan melakukan notifikasi kepada pihak yang memberikan izin, lalu segera untuk mengurangi importasinya. Intinya, jangan sampai industri dalam negeri injury akibat Permendag ini. Jadi, karena kita tidak diberi kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi, lantas kita lepas begitu saja kontrolnya. Tidak begitu,” urainya.
Harjanto menjelaskan, kemudahan dan mempercepat masuknya bahan baku seperti ini sebelumnya juga dilakukan oleh Vietnam, sehingga bisa dilihat kinerja ekspornya naik empat kali lipat dibandingkan Indonesia pada sektor tekstil.
“Kita akan terus pantau aturan ini, apakah pertumbuhan dan nilai ekspor kita akan lebih baik, atau bagaimana. Kalau tidak kondusif untuk perkembangan industri nasional kita akan minta agar ditinjau ulang,” ucapnya.
Kemenperin akan memberikan data base produk dalam negeri yang sudah bisa diproduksi, sehingga saat memberikan izin tidak salah. Faktor lain yang perlu diantisipasi adalah ada beberapa perusahaan yang diduga akan memanfaatkan rendahnya tarif baja paduan yang nol persen. Padahal dalam prakteknya, mereka menggunakan baja paduan itu untuk proses engineering, tapi digunakan untuk baja konstruksi.
“Nah, ini yang akan kita awasi secara ketat. Karena kita sudah mampu di baja konstrtuksi. Kita coba dulu Permendag ini, kita lihat, kita evaluasi, nanti kalau ekses kita mulai terganggu baru dibicarakan dengan Kemendag bagaimana cara menanggulanginya. Tapi bukan berarti kita memperpanjang birokrasi lagi,” katanya.
Sementara di tempat terpisah, Direktur Industri Logam Kemenperin, Doddy Rahadi, mengatakan memang industri banyak yang menanyakan soal alasan keluarnya Permendag ini. Padahal di sisi lain, investasi dan pertumbuhan industri manufaktur harus dijaga, di mana pada triwulan III/2017 pertumbuhan industri logam dasar mencapa 10,60%.
“Mereka merasa kuatir dengan Permendag ini, tapi kita akan awasi lewat post border, terutama kalau ada lonjakan impor baja yang cukup tinggi. Kita bisa pertanyakan kenapa hal itu sampai terjadi kepada Kemendag,” ungkap Doddy.
Ditambahkan, dengan terbitnya Permendag ini diharapkan tidak menggangu investasi, tapi memudahkan dan mempercepat masuknya bahan baku.
“Uji cobanya nanti, namun begitu saya juga punya kekuatiran, tapi kan kemudahan masuknya bahan baku ini juga harus jalan. Sehingga ke depannya proses hilirisasi dilakukan di Indoensia dan barang jadi bisa terjangkau. Karena bahan bakunya murah,” kata Doddy.
Kemenperin berharap, penyederhanaan ini dilakukan secara bertahap, jangan lantas di buka seluruhnya dan semua disamakan serta di buka.
“Yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri agar dikurangi impornya. Impor yang masuk harus sesuai dengan kebutuhan di dalam negeri. Ini yang harus kita petakan lagi,” ujar Doddy.
Sedangkan di tempat berbeda, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menilai kebijakan ini blunder dan terkesan lebih mementingkan kepentingan pemburu rente dari pada kepentingan rakyat dan ratusan pelaku industri baja turunan.
Menurut Yusri, ratusan pelaku industri baja turunan yang telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja terancam gulung tikar, akibat kebijakan kontroversi Mendag ini.
Persoalan muncul ketika Pasal 4 Permendag No 82 tahun 2016 dihapus, yaitu untuk memperoleh persetujuan impor sebagaimana dimaksud ayat 3 ayat 1, perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Pertimbangan Tehnis Menteri Perindustrian atau pejabat yang ditunjuk. Namun dalam Permendag No 22 tahun 2018, bunyi pasal pertimbangan teknis dari Menteri Perindustri itu sudah tidak ada.
“Padahal, pertimbangan tehnis dari Kemenperin selama ini telah menghadang upaya pihak pemburu rente melakukan impor berlebihan,” kata Yusri. (M Raya Tuah)