NELAYAN tangkap yang mengandalkan pendapatannya dari hasil tangkapan ikan di laut, selama ini kesulitan dapatkan kredit perbankan, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan program kredit bersubsidi dari pemerintah. Kegiatan usaha para nelayan tangkap dinilai masih berisiko, dibanding usaha perikanan budidaya yang memiliki jangka waktu jelas dalam mengelola usahanya. Willem Halomoan Pasaribu, Asisten Deputi Bidang Asuransi, Penjaminan dan Pasar Modal pada Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Koperasi dan UKM katakan fasilitas KUR untuk nelayan tangkap saat ini sedang disiapkan.
Jelasnya: “Kami sudah ikut rapat di Kemenko Perekonomian guna hitung untuk kapal dengan ukuran grostonase berapa, biaya berapa, dan kemungkinan bisa tangkap seberapa besar, dan berapa lama di laut. Semua juga kami sudah ikuti diskusinya dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Nantinya para nelayan tangkap bisa mengakses KUR melalui skema KUR khusus yang sedang ditindaklanjuti oleh kementerian teknis terkait mengenai hal-hal yang lebih khususnya”.
Terkait itu, Mohamad Miftah Deputi Direktur Spesialis Penelitian Mikroprudensial Bank Umum OJK mengatakan bahwa memang benar saat ini porsi KUR untuk perikanan perlu ditingkatkan dan pemerintah juga fokus mendorong ke arah sana. Ujarnya: “Dalam waktu dekat Kemenko akan melakukan pilot project ke klasterisasi untuk nelayan itu melalui skema KUR Khusus. Yang di atas Rp25 juta – Rp500 juta itu bisa untuk perikanan tangkap”.
Diketahui, besaran pinjaman dana yang bisa diakses debitur berdasar skema atau jenis KUR, antara lain untuk KUR Mikro dan KUR TKI besarannya sampai dengan Rp25 juta dengan suku bunga margin 7% efektif per tahun. Skema KUR Ritel besarannya di atas Rp25 juta – Rp500 juta, suku bunga margin 7% efektif per tahun, serta skema baru KUR Khusus dengan besaran sama, diberikan kepada kelompok yang dikelola secara bersamaan dalam bentuk klaster menggunakan mitra usaha untuk komoditas perkebunan rakyat, peternakan rakyat serta perikanan rakyat. ***AYUDHIA/Sub/Maritim