Jakarta, Maritim
Untuk memperdalam dan memperkuat struktur industri nasional yang masih lemah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saat ini tengah melakukan konsolidasi dan pembenahan empat sektor strategis, yang dinilai jika hal itu bisa di perkuat akan mampu menjadi motor penggerak bagi perekonomian nasional.
“Keempat sektor strategis itu, adalah Penguatan Struktur Industri Alat Transportasi Laut, Penguatan Struktur Industri Alat Transportasi Darat, Penguatan Struktur Industri Tekstil serta Penguatan Struktur Industri Makanan dan Minuman (mamin),” kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Struktur Industri, Soerjono, saat berbincang-bincang dengan wartawan di ruang kerjanya, di Jakarta, belum lama ini.
Penguatan Struktur Industri Alat Transportasi Laut, menurutnya, adalah memperkuat industri perkapalan nasional yang belum prioritas di Tanah Air. Buktinya, uang yang beredar di industri perkapalan nasional paling tinggi hanya Rp85 triliun per tahun, sedangkan di industri otomotif mencapai Rp700 triliun per tahun.
“Itulah makanya, kenapa Korea Selatan, Jepang dan China, saat ini sangat maju sebagai suatu negara. Pasalnya, mereka meletakkan pengembangan industri perkapalannya sebagai fondasi untuk menatap masa depan bangsa,” kata Soerjono, sambil memberi contoh merek Hyundai, Samsung dan lain-lain, yang sudah terkenal.
Waktu itu, ceritanya, mereka berpikiran bangsa ini harus menguasai industri perkapalan. Dengan langkah pertama membuat kapal bulky. Sehingga sistem logistik nasional (sislognas) mereka efisien dibandingkan Indonesia.
“Bagaimana mungkin, untuk membawa jeruk dari Pontianak ke Jakarta ongkos angkut kapalnya lebih mahal dari pada dari Shanghai ke Jakarta. Itu kan karena sislognas mereka itu sudah lebih efisien dibandingkan kita,” urainya.
Lalu kalau sudah bicara tol laut, sambungnya, kegiatan membangun industri perkapalan dan pelayaran nasional juga harus dilakukan. Termasuk pelabuhannya. Tidak mungkin dipisahkan dan harus simultan.
“Semua harus disesuaikan dengan kebutuhan dan peluang industri dalam negeri. Di sisi lain, konektivitas antar pulau itu juga wajib hukumnya,” ungkapnya.
Ke depan, Tim besutan Soerjono ini akan mendatangi galangan kapal Dumas, untuk mengetahui sejauh mana penggunaan komponen lokal pada industri perkapalan nasiona dan mengatasi hambatannya.
Pada Penguatan Struktur Industri Alat Transportasi Darat, yang dilihat soal tidak stabilnya dunia otomotif nasional, yaitu industri ini tidak menguasai teknologi pembuatan kendaraan bermotor.
“Yang kita kuasai hanya teknologi proses. Bukan teknologi desain. Karena teknologi desain itu milik global brands, bukan punya kita, kita hanya sebagai tempat produksi saja,” ujarnya.
Ketiga, Penguatan Struktur Industri Tekstil. Bahwa, dengan jumlah penduduk Indonesia 260 juta jiwa, seharusnya bangsa ini kuat produk tekstilnya. Sehingga bisa menghalau produk impor.
“Bayangkan kalau 260 juta jiwa ini butuh 10 meter bahan pakaian per tahun. Bukankah itu potensi besar. Lalu pabrik tekstil kita juga bisa kuat. Jangan seperti sekarang, pasar kita hanya sebagai lahan empuk bagi penyelundup, terutama bagi tekstil harga murah,” hitung Soerjono.
Keempat, adalah Penguatan Struktur Industri Makanan dan Minuman (mamin).
“Industri mamin kita perlu diproteksi dan harus mandiri ketimbang impor. Mandiri artinya menguasai desain dan sentuhan teknologi. Kita saingi produk asing itu dengan penguasaan teknologi.” ucapnya.
Untuk itu, negara harus memberikan anggaran besar pada lembaga riset, seperti BPPT dan IPB.
“Memang biaya riset itu besar, tapi modal pertama harus datang dari pemerintah, setelah itu baru digunakan pihak swasta. Bukan sebaliknya,” tutup Soerjono. (M Raya Tuah)