Jakarta, Maritim
Pameran internasional terbesar dan bergengsi dunia untuk industri proses kembali digelar pada 11-15 Juni 2018 mendatang, di Frankfurt, Jerman.
Achema 2018, adalah forum dunia untuk teknik kimia, rekayasa proses dan bioteknologi, yang diadakan setiap tiga tahun. Besar, karena menarik sekitar 3.600 perusahaan pameran dari lebih 56 negara berbeda, ditambah tampilnya 800 ceramah ilmiah dengan berbagai tema. Bahkan, dihadiri 170.000 pengunjung, di atas lahan area pameran seluas 135.000 m2.
CEO of Dechema Ausstellungs GmbH, Thomas Scheuring, menjelaskan event ini akan menyuguhkan seluruh kebutuhan industri proses dunia. Mulai dari industri kimia, farmasi dan industri produksi makanan.
“Yang menarik, pameran menampilkan inovasi untuk industri kimia, farmasi dan makanan dari laboratorium hingga ke pabrik berskala besar sampai ke jalur pengemasan. Termasuk peralatan petrokimia dan bioteknologi,” katanya, saat jumpa pers yang diselenggarakan Ekonid bersama Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA), Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono, Senin (19/3), di Jakarta.
Menurut Thomas, saat ini di dunia tengah berkembang dengan cepat industri proses pada sektor bioteknologi, kimia dan obat-obatan. Ditambah hadirnya revolusi industri 4.0. Suatu era di mana perlunya peduli lingkungan.
Dia berharap, kalangan pengusaha Indonesia yang bergerak pada industri proses dapat memanfaatkan gelanggang pameran dunia ini, untuk mendorong daya saing industri nasional.
Referensi industri proses
Di tempat sama, Dirjen IKTA Kemenperin, Achmad Sigit, menambahkan pameran ini sangat penting bagi pengusaha Indonesia dalam mencari referensi perkembangan industri proses di dunia yang semakin berkembang.
“Hal lain, pameran itu sebagai ajang penting pengusaha nasional untuk mencari informasi terkini di berbagai sektor industri kimia, farmasi, tekstil dan pakaian jadi,” ujarnya.
Ditanya minat di cadangan gas yang melimpah di Bintuni, Sigit, mengatakan investor Jerman siap membangun pabrik petrokimia di Papua Barat itu.
Pasalnya, karena Jerman melihat Bintuni memiliki cadangan gas yang melimpah, di mana kini tengah dikelola British Petroleum (BP). Di sisi lain, proyek ini mampu menghasilkan produk metanol sebesar 1,8 juta ton, yang kemudian diturunkan jadi polyethylene dan polyprophylane sekitar 400.000 ton.***M. Raya Tuah