ANGKUTAN PENYEBERANGAN (2): DERMAGA JADI KENDALA

PERUSAHAAN pelayaran nasional, utamanya yang mengoperasikan kapal-kapalnya di segmen pelayaran penyeberangan, meminta agar pemerintah segera membangun dermaga tambahan di sejumlah lintasan komersial. Menurut mereka, akibat keterbatasan dermaga seperti yang terjadi saat ini, kapasitas angkut armada jadi berkurang hingga tak menutup kemungkinan terjadinya kerugian yang berpotensi penutupan usaha.

Erwin H. Poedjono Direktur Utama PT. Dharma Lautan Utama (DLU), kepada awak media menjelaskan: “Keterbatasan dermaga, menyebabkan banyak kapal tak dioperasikan dan tak dapat mengangkut penumpang serta barang yang volumenya terus meningkat. Pada hal rumus pokok yang dikenal di bisnis transportasi laut adalah: kapal yang “nongkrong” di pelabuhan tak menghasilkan uang, bahkan sebaliknya “buang” uang”.

Penyebabnya tentu, sarana angkutan laut yang tidak dioperasikan tetap memerlukan biaya cukup besar. Antara lain untuk sandar/labuh, ABK, perawatan mesin, elektrifikasi, dan penjagaan keamanan. Di sisi lain, keterbatasan dermaga juga menjadikan kapasitas angkut tidak sesuai kebutuhan yang ada.

Pendapat itu dibenarkan Khoiri Soetomo, Ketua Gabungan Pengusaha Nasional  Angkutan Sungai Danau & Penyeberangan (Gapasdap), yang menilai jumlah dermaga yang dibutuhkan di setiap lintasan operasional mencapai 100% dari yang ada sekarang.

Ungkap pria penggemar gowes itu: “Apabila di tiap lintasan komersial itu ditambah sepasang dermaga saja, kapasitas angkut akan bertambah sekitar 25%. Contohnya, kondisi lintasan Pelabuhan Merak-Bakauheni yang tidak pernah sepi, di rute tersebut saat ini hanya ada enam dermaga yang harus digunakan secara bergiliran 60 unit kapal yang beroperasi. Padahal rasio ideal di pelabuhan penyeberangan utama ini harusnya terdapat 12 dermaga, sesuai jumlah penumpangnya yang luar biasa banyak. Kami khawatir, keterbatasan dermaga itu akan berimbas pada penurunan kenyamanan penumpang, bahkan cenderung berpotensi yang mengarah pada menurunnya aspek keselamatan penumpang yang  disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi”.

Semenara itu, ditilik dari sisi perusahaan pelayaran penyeberangan, keterbatasan dermaga yang memicu banyak kapal idle itu, secara berangsur mengancam maskapai pelayaran ke kondisi rugi hingga terbuka kemungkinan “gulung tikar”. Menurut Khoiri Sutomo, harus diakui bahwa saat ini, mulai banyak kapal yang rusak akibat perusahaan kesulitan mengeluarkan anggaran untuk perawatan kapal dan banyak pula perusahaan yang sudah terlambat membayar pinjaman ke bank, bahkan terlambat membayar gaji karyawan.

Dirut PT DLU yang juga pegiat ilmu bela diri “Tarung Derajat” itu memberi contoh dari iklim yang tidak kondusif, antara lain:

  • Akibat kebijakan tak adanya pembatasan izin operasional kapal baru, mengakibatkan jumlah kapal melebihi kapasitas dermaga yang ada di beberapa lintas komersial;
  • Kelebihan kapal yang dalam kondisi idle capasity mencapai 60%. Sedang kapal yang

Dapat beroperasi tetap mengeluarkan biaya seperti biaya SDM, biaya perawatan akibat keausan, biaya BBM, biaya keamanan,dll;

(Dengan situasi tersebut, para pengusaha angkutan penyeberangan berharap agar pemerintah menambah jumlah dermaga, hingga kapasitas angkut dapat tambah)

  • Masih terdapat armada kapal yang kurang memenuhi syarat melayani angkutan penyeberangan, yaitupenggunaan kapal-kapalLCT (Landing Craft Tank) di lintas penyeberangan yang berimpit dengan lintas penyeberangan komersial strategis. Kapal jenis LCT diibaratkan sepertijembatan bailey yang penggunaannya bersifat sementara atau ketikakeadaan darurat. Secara historis awal beroperasinya lintas penyeberangan yang mengguakan kapal LCT adalah ketika terjadinya kemacetan parah di MerakBakauheni pada tahun 2011. Sedang kemacetan yang terjadi di lintas Mera-Bakauheni saat ini, lbih disebabkan belum diberdayakannya kapal-kapalyang sudah adakarena dermaga yang kurang mencukupi.

(Terkait hal di atas, para pengusaha angkutan penyeberangan berharap lintas yang menggunkan armadakapalLCT agar ditutup, karena sudah terdapat banyak armada yang memenuh standar keselamatan dan kenyamanan).

“Bagi PT DLU sendiri, dalam mensikapi fenomena keterbatasan dermaga yang ada sekarang, terpaksa ditempuh dengan cara mengoperasikan kapal secara bergiliran. Satu kapal dioperasikan 15 hari dalam sebulan dan sisanya kami istirahatkan. Caranya dengan menyusun jadwal perawatan berkala pada saat low season. Untuk perawatan besar berkala, kami lakukan di fasilitas dok dan galangan kapal PT Adhiluhung Sarana Segara Indonesia (ASSI), yang merupakan anak usaha PT DLU di perairan Bangkalan, Madura” pungkas Erwin H. Poedjono. (Bersambung).***ERICK ARHADITA.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *