JAKARTA, MARITIM.
Sistem pengupahan mutlak harus ditata dengan baik sehingga dapat menciptakan keadilan bagi pekerja dan pengusaha. Di satu sisi, dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Di sisi lain, sistem pengupahan juga harus mewujudkan kondisi yang baik bagi pengembangan dunia usaha.
Hal ini diutarakan Ketua Dewan Pengupahan Nasional (DEPENAS) Haiyani Rumondang usai melakukan audiensi dengan Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri di kantornya, Selasa (20/3).
Menurut Haiyani, Menaker telah memberi arahan bahwa ke depan tugas Depenas semakin berat. Saat ini Indonesia tidak hanya dihadapkan pada berbagai peluang yang terbuka luas, tetapi juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks, khususnya terkait dengan persaingan yang semakin ketat di era Revolusi Industri 4.0.
“Nah, ini adalah melihat bagaimana implementasi kebijakan selama ini dan ke depan, terutama mengenai dinamika ketenagakerjaan di masa sekarang dan yang akan datang,” kata Haiyani yang juga menjabat Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsos Kemnaker.
Karena itu, ia menyebutkan, perencanaan pengupahan harus sejalan dengan peta jalan serta visi dan misi pemerintah “Mewujudkan Indonesia Emas di Tahun 2045”.
Kepada Menaker, Haiyani juga melaporkan Depenas terus melakukan kajian untuk mengembangkan sistem pengupahan. Sistem pengupahan yang tengah dikaji saat ini adalah sistem pengupahan dengan menggunakan Purchasing Power Parity sebagai basis penghitungan KHL (Kebutuhan Hidup Layak).
Dengan demikian, sistem pengupahan yang berkeadilan antar wilayah diharapkan cepat terwujud. “Masalah ini menjadi prioritas dewan pengupahan nasional,” ujarnya.
Depenas merupakan lembaga non-struktural yang bersifat tripartit. Tugasnya memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional. Keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan pakar. **Purwanto.