ANGKUTAN PENYEBERANGAN (3): HADAPI BANYAK TANTANGAN

Dermaga penyeberangan yang kian sepi
Dermaga penyeberangan yang kian sepi

PT DHARMA Lautan Utama didirikan 15 Februari 1976, dengan modal awal berupa tiga unit kapal yang disewa dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA, embrio PT KAI). Pada tahun itu juga, PT DLU berhasil membangun armada milik pertama, satu kapal baru yang diberi nama KMP “Joko Tole” dan dioperasikan di jalur penyeberangan Ujung (Surabaya) – Kamal (Bangkalan, Madura). Setahun kemudian di jalur yang sama, dioperasikan pula KMP “Trunojoyo”. Langkah-langkah awal itu, menunjukkan komitmen DLU membangun armada dalam bisnis angutan penyeberangan.

Saat ini, selain memiliki 42 armada yang tersebar di 26 kantor cabang, juga telah mengembangkan usaha di berbagai entitas bisnis, termasuk perhotelan di Senggigi, Lombok.

Bambang Harjo Soekartono Penasihat Utama PT DLU yang juga anggota Komisi VI DPR RI, jelaskan kepada Maritim, keberhasilan itu dicapai dalam waktu panjang dan perjoangan berat bagai menempuh gelombang dan badai yang menghadang di tengah lautan.

Masih menurut Bambang Harjo, dunia bisnis memang menjadi bagian tak terpisah dengan tantangan yang harus dihadapi, dan hanya mereka yang memiliki komitmen kuat terhadap bidang yang ditekuni saja yang akan mampu berkembang. Ujar alumnus teknik perkapalan ITS ini: ”Berbeda dengan segmen usaha lain, bisnis angkutan penyeberangan menghadapi tantangan yang sangat kompleks, karena harus operasikan sarana angkutan yang nilai pembeliannya mahal, tetapi tak mudah mencari lembaga keuangan dan bank yang bekenan memberi kredit lunak. Dalam pengoperasian armada, pengusaha juga dihadapkan pada berbagai regulasi yang cukup memberatkan. Kemudian, dengan tarif yang ditetapkan pemerintah secara berkala padahal kondisi pasar kian fluktuatif. Masih dituntut memberi layanan prima bagi pengguna jasa, berbasis harga ekonomis”.

Erwin H.Poedjono Dirut PT DLU membenarkan paparan di atas, bahkan kemudian juga menambahkan dengan penekanan masalah pada biaya kepelabuhanan. Menurutnya: “Biaya kepelabuhanan menjadi salah satu komponen besar dalam biaya operasional kapal. Saat ini tejadi kenaikan biaya pelabuhan dari sisi biaya sandar dan biaya tunda serta pandu, yang dilakukan secara sepihak oleh operator pelabuhan. Kenaikan ini masih ditambah target kenaikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk pelabuhan penyeberangan serta pelabuhan laut. Saat ini PNBP di sektor Kementerian Perhubungan sangat tinggi, padahal perusahaan pelayaran telah dibebani dengan Pajak Final berupa pajak dari pendapatan bruto berupa Pph 21”.

Berdasar informai Dewan Perwakilan Rakyat, penerimaan PNBP sektor Perhubungan Laut tahun 2017 mencapai Rp.5 triliun, sedang penerimaan PNBP dari sektor Perhubungan Darat hanya Rp.2 triliun. Padahal, 90% angkutan logistik di Indonesia diangkut menggunakan darat, sedang untuk angkutan laut hanya sekitar 7% dan sisanya menggunakan transportasi lain. Berdasar itu, para pengusaha angkutan laut mengusulkan peninjauan ulang terhadap

semua biaya pelabuhan dan target PNBP sektor angkutan laut dan penyeberangan.

Memungkasi penjelasannya, Dirut PT DLU berucap:”Kondisi perekonomian yang menurun dan persaingan antar moda sangat mempengaruhi terhadap penurunan demmand angkutan laut dan penyeberangan. Saat ini moda angkutan udara telah menggerus pasar angkutan penumpang laut mencapai 70%”.

Pada hakekatnya, pemerintah bukannya tak mengetahui masalah yang jadi keluhan banyak fihak itu. Terkait hal tersebut, Kemenhub lewat Budi Setiadi Dirjen Hubdat pernah janji akan inventarisir peraturan/regulasi yang berpotensi merugikan kelangsungan usaha angkutan penyeberangan di Indonesia. Di depan peserta Rapat Kerja asosiasi pemilik kapal penyeberangan di Indonesia (Indonesia National Ferry Owners Association – INFA), di Jakarta, tahun 2017, sebagai pejabat yang baru menduduki “kursi panas”, Setyadi katakan: “Coba nanti diinventarisir dulu. Pemerintah juga perlu masukan yang terkait dengan hal seperti ini, dan apa saja yang jadi kendala. Kalau masalah yang menyangkut deregulasi, nanti kita lihat regulasinya seperti apa”.

Pelbagai catatan di atas, menggambarkan kondisi yang terjadi di lapanan, dan cara mengatasinya. Yang kemudian menjadi pertanyaan besar adalah: kapan janji memperbaiki karut-marut itu akan dilakukan ? ***ERICK ARHADITA

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *