PERAN perempuan dalam sejarah maritim Indonesia, dapat dilacak dari kiprah Nyai Ageng Pinatih (wafat th 1317 Hijriah/1499 Masehi). Beliau merupakan saudagar yang dapat kepercayaan dari penguasa Majapait untuk menjadi Syahbandar di Pelabuhan Gresik. Dalam sejarah perempuan perkasa ini adalah kakak kandung Sunan Ampel, pelopor Islam di Jawa Timur. Selain itu Nyai Ageng juga dikenal sebagai ibu angkat Raden Paku yang kelak dikenal dengan sebutan Sunan Giri.
Dari sisi lain, Indonesia juga mengenal Laksamana Malahayati yang pada abad ke-16 sudah malang melintang di lautan, termasuk memimpin armada laut Kerajaan Aceh ketika bertandang ke Turki. Terilhami dari dua tokoh ini, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto menjadi tokoh yang konsern mendorong partisipasi perempuan di industri maritim, agar dapat kesempatan karier yang lebih luas.
Ketua DPP INSA yang akrab disapa Memey itu menuturkan perbedaan perlakuan gender antara perempuan dan laki-laki di industri maritim Indonesia yang kini sudah mulai terkikis. Hal itu disebabkan keterlibatan perempuan di sektor maritim Indonesia diakui telah meningkat, seperti bisa dilihat dari berbagai jabatan strategis yang dipegang perempuan di dunia kemaritiman Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Ujarnya lewat keterangan tertulis beberapahari lalu: “Peran perempuan dan laki-laki di dunia maritim Indonesia sudah menuju ke arah positif dalam kesamaan pemberian hak dan kewajiban, kendati peran perempuan masih harus terus didorong”.
Paparan itu disampaikan Carmelita saat menjadi tamu kehormatan pada Pameran dan Konferensi Asia Pacific Maritime (APM) ke-15 di Singapura, 14-16 Maret 2018. Memey yang juga CEO Andhika Lines mengakui jumlah pelaut perempuan sangat langka. Secara global, per 9 Maret 2018, jumlah pelaut perempuan mencapai 10.320 orang atau hanya 1,14% dari total jumlah pelaut sebanyak 899.768 orang. Namun, peluang karier perempuan di dunia maritim tak hanya pada profesi pelaut Dia menyebut, peran perempuan di bidang maritim terbilang luas, mulai dari pelaut, manajemen perusahaan pelayaran, pejabat di kementerian terkait kemaritiman, pakar hukum maritim, dan konsultan hukum maritim. Sejumlah perempuan yang dikenal di industri maritim antara lain Menteri Kelautan & Perikanan Susi Pudjiastuti; pemimpin Grup Samudera Indonesia Shanti L. Poesposoetjipto; dan pakar hukum maritim Chandra Motik.
Pungkas Carmelita Hatoto: “Pemberdayaan perempuan di sektor maritim, bukannya dimaksud untuk menyaingi laki-laki, melainkan untuk bersinergi. Sebab dalam menjawab tantangan dan menangkap peluang masa depan di bidang maritim membutuhkan kolaborasi gender”. ***AYUDHIA/Sub/Maritim