Lombok Timur, MARITIM.
Balai Latihan Kerja (BLK) Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam 3 tahun terakhir telah menyalurkan 1.398 tenaga kerja profesional ke kapal pesiar Royal Caribbean. Untuk tahun 2018, BLK bertaraf internasional ini akan melatih 640 orang sebelum ditempatkan di kapal pesiar yang sama.
“Semua peserta pelatihan berbasis kompetensi di BLK ini, 100 persen dapat disalurkan dan bekerja di kapal pesiar Royal Carabbean,” kata Kepala BLK Lombok Timur (Lotim), Sirman, saat menjadi pembicara pada agenda Press Tour Kemnaker bertajuk “Pembangunan Ketenagakerjaan Melalui Pengembangan Potensi Daerah” di BLK tersebut, Kamis (22/3).
Dikatakan, pelatihan tenaga profesional ini dilakukan atas kerjasama BLK Lotim dengan perusahaan pelayaran Royal Caribbean Cruises Ltd. pada 2015. Pelatihan meliputi 7 kejuruan sesuai kebutuhan kapal pesiar tersebut, yakni cleaner, galley utility, pool attendant, café attendant, commis, room service dan waiter.
Untuk bekerja di kapal pesiar itu, mereka harus menandatangani kontrak kerja selama 8 bulan. Untuk perpanjangan kontrak periode berikutnya, mereka harus turun kapal selama 2 minggu.
Gaji awak kapal Royal, kata Sirman, tertinggi di antarfa kapal pesiar lainnya. Gaji terendah sekitar Rp 10 juta/bulan. Bahkan untuk waiter yang sudah berpengalaman bisa di atas Rp 20 juta sebulan.
Menurut Sirman, kebutuhan tenaga perhotelan di kapal pesiar itu cukup banyak, sekitar 39.000 orang per tahun. Namun, permintaan itu belum bisa dipenuhi karena keterbatasan anggaran dan fasilitas BLK.
“Kita hanya mampu melatih dan menyalurkan sekitar 1.200 orang per tahun,” kata Sirman yang didampingi Kepala Biro Humas Kemnaker Sahat Sinurat selaku moderator.
Selain untuk awak kapal, BLK Lotim sebagai pelopor lembaga pelatihan pemerintah bertaraf internasional ini juga melatih tenaga di bidang pariwisata, khususnya perhotelan. Hal ini seiring dengan pesatnya Lombok yang dikembangkan sebagai destinasi pariwisata.
“Mulai tahun ini, BLK Lotim akan melatih 560 orang untuk tenaga perhotelan dari berbagai kejuruan,” ujarnya.
Di sisi lain, Lombok yang telah ditetapkan Presiden RI sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika pada 2017, membutuhkan sekitar 15.000 tenaga kerja. Untuk itu, BLK Lotim ditetapkan sebagai BLK induk dengan binaan 12 BLK/LLK (Loka Latihan Kerja) di provinsi NTB dan NTT(Nusa Tenggara Timur).
Proyeksi pelatihan berbasis kompetensi di tahun 2018 ditargetkan 4.928 orang, termasuk pelatihan yang dilakukan oleh BLK/LLK di Provinsi NTB dan wilayah NTT. Selain melatih 1.200 orang untuk kapal pesiar dan perhotelan, BLK provinsi NTB sebanyak 800 orang. BLK/LLK kab/kota di provinsi NTB dan NTT sebanyak 3.488 orang.
“Khusus BLK Komunitas akan melatih 240 orang,” sambung Sirman.
Tantangan dan peluang
Dalam kesempatan itu, Kadis Nakertrans NTB, Wildan, mengatakan ada 4 tantangan utama dalam pembangunan ketenagakerjaan di wilayah NTB. Pertama, penurunan angka pengangguran tidak sejalan dengan penurunan angka kemiskinan di NTB. Kedua, tingkat pendidikan dan kompetensi angkatan kerja rendah (didominasi pendidikan SMP ke bawah).
Ketiga, kurangnya kualitas dan kuantitas instruktur di BLK.
Keempat, sarana dan prasarana di BLK belum memadai, misalnya tempat uji kompetensi dan asesor.
Meski demikian, pembangunan ketenagakerjaan di NTB memiliki potensi yang sangat besar. Ia menunjuk program unggulan di bidang pertanian yang mampu menyerap 829.637 orang atau 35,81 persen dari jumlah penduduk yang bekerja di NTB dengan program unggulan pijar (sapi jagung dan rumput laut).
Sebelumnya, Kepala Biro Humas Kemnaker Sahat Sinurat membacakan sambutan Menaker Hanif Dhakiri. Dikatakan, Indonesia tengah memasuki era revolusi industri 4.0 dimana ada beberapa jenis pekerjaan lama yang hilang dan beberapa jenis pekerjaan baru yang muncul.
Menyikapi hal tersebut, pemerintah terus mengoptimalkan 3 pilar percepatan peningkatan kompetensi SDM. Tiga pilar tersebut mengacu pada penyipan SDM sesuai dengan kebutuhan dunia industri baik dari segi kualitas maupun kuantitas, program Reorientasi, Revitalisasi, dan Rebranding BLK, dan program pemagangan berbasis jabatan tertentu di dunia industri.
Menurut Hanif, ketiga komponen tersebut menjadi dasar bagi seluruh pemangku kepentingan, agar pembangunan SDM kompeten ini sejalan dengan semangat pemerataan pembangunan ekonomi.**
Purwanto.