PEMERINTAH Indonesia siap ajukan skema pemisahan alur (traffic separation scheme /TSS) dan sistem pelaporan kapal (ship reporting system/SRS) di Selat Lombok dan Selat Sunda kepada Organisasi Maritim Internasional (IMO). Penerapan TSS dan SRS diperlukan untuk hindari kecelakaan di dua selat yang sangat ramai dilalui kapal tersebut.
Sugeng Wibowo, Direktur Kenavigasian Kementerian Perhubungan katakan, pada pekan lalu proposal TSS dan SRS sudah dibahas bersama perwakilan IMO. Pihaknya juga terima saran untuk penyempurnaan proposal yang akan diajukan ke Sidang IMO tahun depan. Untuk itu,
Kemenhub menggelar workshop Designation of Ship Routeing Systems & Ship Reporting System in Lombok and Sunda Straits and Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) in Lombok Strait di Kantor Distrik Navigasi Benoa, Denpasar, Senin lalu. Workshop ini membahas aspek-aspek teknis dalam penetapan TSS dan SRS di Selat Lombok dan Selat Sunda,
Menurut Dirnav Kemenhub, negara kepulauan seperti Indonesia bisa menentukan skema pemisah lalu lintas jalur perjalanan kapal yang aman berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Ujarnya lewat rilis: “Penetapan TSS/SRS di Selat Lombok dan Selat Sunda selain penting untuk menjamin terciptanya keselamatan pelayaran”.
Sebelumnya, Indonesia bersama Malaysia dan Singapura sudah mengajukan TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura, dan saat ini TSS dan SRS di Selat Malaka sudah diterapkan. Secara umum, kapal berukuran di atas 300 GT dan kapal yang membawa barang berbahaya diwajibkan berpartisipasi dalam SRS, yang berfungsi menyediakan informasi terkini atas gerakan kapal, mengurangi interval waktu kontak dengan kapal, dan menentukan lokasi dengan cepat saat kapal dalam bahaya. Sementara itu, TSS memisahkan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal yang berlawanan arah dalam suatu alur pelayaran yang ramai dan sempit.***ADIT/Dps/Maritim