Penanganan ‘Human Trafficking’ Harus Dijadikan Gerakan Nasional

DR. Reyna Usman.
DR. Reyna Usman.

JAKARTA, MARITIM.

Tindak pidana perdagangan manusia (human trafficking) yang dimulai dari proses perekrutan hingga pengiriman untuk tujuan eksploitasi kerap terjadi di berbagai daerah, termasuk daerah yang menjadi kantong-kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Meski sudah ada undang-undang (UU) tentang pemberantasan perdagangan orang beserta sanksi hukumnya, namun masalah trafficking masih saja terjadi.

Untuk mencegah hal tersebut, penanganan human trafficking  harus dijadikan sebagai gerakan nasional. “Sudah saatnya human trafficking dijadikan gerakan nasional. Sudah banyak anak bangsa yang menjadi korban, di mana nasibnya terlunta-lunta akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab,” kata Reyna Usman, Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Analis Kebijakan Publik di Jakarta, Rabu (25/4).

Mantan Dirjen Binapenta yang intens menangani persolan pekerja luar negeri ini menyebutkan sekaligus mengusulkan agar Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dijadikan sebagai percontohan gerakan nasional tersebut. Alasannya, wilayah provinsi tersebut sering terjadi perdaganganm manusia, bahkan bisa disebut sebagai darurat human trafficking.

“Jadi sudah saatnya pencegahan dan pananganan human trafficking dijadikan gerakan nasioal. Jangan ditunggu-tunggu lagi agar tidak makin banyak yang menjadi korban,” tandasnya.

Menurut dia, pemerintah selama ini terus berupaya menangani perdagangan orang, namun tetap saja ada oknum yang melakukannya, sehingga penanganannya juga kurang maksimal.

Untuk mewujudkan gerakan nasional yang dimulai dari Provinsi NTT itu, ia mengusulkan empat langkah. Pertama,  kerja sama kongkret dengan Polri untuk menindak tegas dan memproses secara hukum pelaku dan aktor intelektualis tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Kedua, harus ada kepedulian pimpinan daerah. Gubernur perlu membuat peraturan untuk membangun Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) dan Revitalisasi Balai Latihan Kerja. Ketiga, bekerjasama dengan Pemkab Kabupaten Kupang dan Sumba Barat Daya untuk mengeluarkan Perbub (peraturan bupati) untuk membangun LTSA.

Keempat, program Desa Migran Produktif (Desmigratif) di 20 desa dari 10 kabupaten di NTT pada 2017 dan berlanjut lagi 2018.

“Dengan begitu, negara sungguh hadir di NTT sesuai Program Nawacita Jokowi,” ucap Reyna.

Selain itu, kata Reyna, dukungan non-governmental organization (NGO) atau lembaga swadaya masyarakat yang peduli human trafficking juga diperlukan untuk mewujudkan gerakan tersebut.

Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, Martinur Gabriel Goa, dan Pokja MPM sepakat menjadikan Provinsi NTT sebagai pilot proyek program solusi atasi darurat human trafficking tersebut.

Dalam pelaksanaannya nanti, Martinur akan ikut mengawal penegakan hukum human trafficking di NTT dan Malaysia. Kemudian mendukung Kemnaker melakukan sosialisasi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, LTSA, revitalisasi BLK dan program Desmigratif.

Purwanto.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *