KENDATI sempat digoyang kasus “mackerel+cacing” beberapa waktu lalu, tetapi pengusaha pengalengan ikan berharap dapat kuasai pasar domestik dan memperkuat pasar ekspor. Ady Surya, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) katakan pihaknya terus berupaya menghasilkan produk berkualitas. Ujarnya Senin (14/5/2018) lalu: “Kami konsisten pada komitmen menghasilkan dan menjual produk berdasar jaminan mutu tinggi”.
Menurutnya, arahan Presiden Jokowi juga mendorong pengusaha pengalengan ikan perluas pasar. Jelasnya: “Presiden memicu kami untuk kuasai pasar dalam negeri dan juga perkuat ekspor. Dalam realisasi, kapasitas produksi diperkirakan hampir 3 juta karton ikan dalam kaleng, dan Itu masih dibawah kapasitas terpasang. Sebab kemampuan sarden dan mackarel mencapai 235.000 ton. Kami yakin tahun ini bisa recovery, Presiden minta agar kami fokus ekspor, tetapi kalau tidak ada bahan baku, juga sulit. Nilai ekspor tahun ini dapat mencapai US$600 juta dengan catatan selama bahan baku lokal terpenuhi. Kalau mengunakan bahan baku impor akan mengurangi daya saing. Tahun lalu dapat kami pasok separuhnya, dengan nilai US$200-US$300. Sarden mackarel cukup bagus di pasar domestik, dengan kontribusi 70%, sedang pasar ekspor, masih didominasi oleh tuna”.
Ady berharap perubahan perizinan dan kemudahan birokrasi, akan dapat lebih mendorong industri pengalengan ikan. Ujarnya: “Kini, perubahan perizinan lebih baik dari sebelumnya. Kaenanya Jangan memperpanjang birokrasi. Apalagi menjelang puasa, yang merupakan momentum baik untuk konsumsi ikan kaleng”.
Sementara itu Direktur PT. Bali Maya Permai Sally Sukardjo mengatakan kasus ikan mackarel beberapa waktu lalu telah dapat diredam. Katanya: “Mungkin tahun ini pasar ekspor akan mampu mencaai 70%, karena sebelum musibah cacing, pasar domestik akan mencapai 50%. Tantangan yang kami hadapi selama ini, ketersediaan bahan baku yang 2-3 tahun ini, malah harus impor. Kalau pasar ekspor produk ikan dalam kaleng, tak ada kendala”.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian & Perdagangan Kabupaten Jembrana, Bali, Made Budhiarta mengatakan kasus cacing dalam ikan sempat mempersulit industri pengalengan ikan di Jembrana. Menurutnya, kondisi pengalengan ikan di Jembrana agak menurun apabila dibanding tahun tahun sebelumnya, karena dalam 2-3 tahun terakhr ini hasil tangkapan ikan berkurang, hingga pabrik tak bisa full produksi, berdampak pada tenaga kerja dan ekonomi.
Di sisi lain, BPOM mendorong pelaku industri pengalengan ikan segera bangkit pasca kasus cacing. Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan Indonesia memiliki potensi besar industri perikanan, termasuk ikan dalam kaleng. Karenanya peningkatan kapasitas dan kapabilitas perlu terus dilakukan. Ungkapnya saat kunjungan kerjanya ke Bali: “Temuan cacing dalam ikan mackarel harus direspons positif, untuk melangkah jauh ke depan, karena Indonesia punya potensi besar”.
BPOM juga terus bersinergi dengan pelaku usaha dan asosiasi sebagai upaya tindak lanjut termasuk lewat program sosialisasi dan pelatihan pelaku usaha pengalengan ikan di daerah, seperti di Jembrana. Ujar Penny: “Ini adalah tindak lanjut mendorong industri pengalengan ikan dan ekonomi lokal. Kami berharap agar fasilitas industri pengalengan ikan di daerah lain juga mampu seperti di Jembrana”.
BPOM berperan lakukan pengawasan lewat instrumen yang dikembangkan termasuk lewat Program Manajemen Risiko (PMR), guna tingkatkan kapasitas dan kapabilitas pelaku usaha pangan dari penjaminan keamanan, mutu dan gizi produk secara mandiri, dan kepatuhan terhadap aturan dan perundangan. Diharap pelaku usaha bisa self regulatory assessment, antara lain penerapan PMR, dan secara intensif berkomunikasi dengan BPOM RI jika terjadi hal-hal yang terkait keamanan pangan.
Dijelaskan, saat ini PMR diberlakukan secara wajib untuk industri susu formula bayi, formula lanjut, dan formula pertumbuhan serta produk steril komersial, termasuk ikan dalam kaleng. Pemberlakuan PMR akan diperluas bertahap: Saat ini sudah ada 28 industri yang memiliki piagam PMR. Enam di antaranya adalah industri ikan dalam kaleng.
Sementara itu, Deputi 3 Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Suratmono mengatakan pihaknya terus mengakselerasi pelaku usaha untuk dapatkan piagam PMR. Jelasnya: “Untuk industri ikan dalam kaleng, sedang proses menuju kepemilikan piagam PMR. Kami terus lakukan sosialisasi dan permudah proses pendaftaran lewat notifikasi. Proses pendaftaran diharap tak lebih dari delapan hari”.
Data BPOM mencatat terdapat 42 industri ikan dalam kaleng di Indonesia. Enam industri yang telah memperoleh piagam PMR mencakup PT Maya Muncar, PT Aneka Tuna Indonesia 1, PT Aneka Tuna Indonesia 2, dan PT Avila Prima Intra Makmur. ***ERICK A. M.