Jakarta, Maritim
Dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Ketenagakerjaan telah mencabut 79 SIUP (Surat Izin Usaha Penempatan) PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) karena melakukan berbagai pelanggaran. Rinciannya, 45 SIUP dicabut dalam tahun 2016, 19 SIUP pada 2015 dan 25 SIUP dicabut pada tahun 2014.
“Pada 28 Desember 2016, Kemnaker juga menskors 191 PPTKIS paling lama tiga bulan. Dari jumlah itu, dalam waktu 134 di antaranya bakal dicabut status skorsingnya, karena telah diklarifikasi,” kata Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Sus Hendarno, di Jakarta, Kamis (19/1).
Dijelaskan, dari 45 PPTKIS yang dicabut izinnya, 23 di antaranya tidak melakukan pendaftaran ulang, dan 12 PPTKIS melanggar moratorium (penghentian sementara) penempatan TKI ke Timur Tengah. Sedangkan 10 PPTKIS lainnya melakukan pelanggaran berat, antara lain terkait pelanggaran undang-undang human trafficking.
“Satu PT lagi masih di meja menteri, menunggu keputusan,” kata Sus Hendarno tanpa merinci jenis pelanggaran berat yang dilakukan masing-masing PPTKIS yang dicabut izinnya.
Terhadap 191 PPTKIS yang diskors sejak 28 Desember 2016, Sus mengatakan, sanksi itu dijatuhkan lantaran menempatkan ribuan TKI ke Hongkong secara non prosedural dan tidak terdaftar di Sisko TKLN (Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) selaku operator penempatan TKI ke luar negeri. Sehingga mereka bekerja di luar negeri tanpa dilengkapi KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) yang sifatnya wajib.
Menurut Sus, tembusan surat keputusan skorsing yang ditandatangani Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Bina Penta) Hery Sudarmanto pada 28 Desember 2016 telah disampaikan ke beberapa instansi terkait, termasuk Kepala BNP2TKI.
“Tapi anehnya, sampai 7 Januari 2017 BNP2TKI masih melayani Sisko TKLN. Ini mengindikasikan ada sejumlah PPTKIS yang diskors masih mendapat layanan Sisko TKLN,” duganya.
Dalam penempatan TKI secara non prosedural, lanjutnya, pemerintah Indonesia menganggap itu sebagai pelanggaran. Tapi bagi pemerintah Hongkong tidak masalah jika disalurkan oleh agency dengan majikan yang jelas.
Dari ribuan TKI yang dikirim ke Hongkong itu, banyak yang diberhentikan majikan secara sepihak, tapi ada juga TKI yang kabur. Banyak juga TKI yang telah menyelesaikan kontrak tapi tetap tinggal (overstay) di Hongkong. Kondisi ini lalu dimanfaatkan oleh agency di Hongkong untuk menempatkan TKI di Macao.
“Konsulat Jenderal RI di sana juga menandatangani saja, karena ada PT-nya (pengirim) meski PT itu akal-akalan agency,” tukasnya.
Hingga saat ini, kata Sus Hendarno, jumlah TKI yang bekerja di Hongkong sekitar 154.000, tapi yang overstay sebanyak 300 orang.
Untuk mencegah terjadinya penempatan TKI ke Hongkong secara non prosedural, pihaknya akan mengevaluasi kinerja semua PPTKIS, termasuk kerjasama PPTKIS dengan agency di Hongkong. “Kalau kinerjanya ternyata buruk akan langsung diblack list,” pungkas Sus Hendarno.**[Purwanto.]