Jakarta, Maritim
Kemenperin akan menerima berbagai masukan dari perguruan tinggi sebelum menerapkan kebijakan pengembangan kendaraan listrik. Sehingga target 20% memproduksi kendaraan emisi karbon rendah (low carbon emission vehiele/LCEV) pada 2025 dapat tercapai.
“Untuk mencapai itu masih banyak yang harus kita carikan solusinya. Sehingga kendaraan ramah lingkungan ini dapat diperkenalkan ke masyarakat,” kata Menperin, Airlangga Hartarto, pada Final Report 1st Round Electrified Vehicle Comprehensive Research and Study, di Jakarta, kemarin.
Pada kegiatan yang dihadiri Menristekdikti M Nasir, Airlangga menyebutkan, tantangan yang dihadapi setidaknya ada lima hal.
Yakni, kenyamanan berkendara para pengguna, infrastruktur pengisian energi listrik dan rantai pasok dalam negeri. Di samping adopsi teknologi dan regulasi serta dukungan kebijakan fiskal. Sehingga kendaraan electrified vehicle ini dapat dimanfaatkan oleh pengguna tanpa harus dibebani biaya tambahan yang tinggi.
Dengan begitu, industri otomotif nasional diharapkan dapat jadi basis produksi bagi pasar domestik dan ekspor. Apalagi, Indonesia telah komit menurunkan emisi GRK sebesar 29% pada 2030.
Salah satu hasil studi dan riset yang didorong Kemenperin, dengan menggandeng Kemenristekdikti, pendidikan tinggi serta industri otomotif, agar mobil listrik ini mampu hemat energi hingga 80% dibanding mobil konvensional.
“Rata-rata mobil listrik jenis hybrid bisa hemat 50%. Sedang plug in hybrid bisa lebih hemat lagi hingga 75-80%,” ujar Menperin.
Pemakai mobil listrik bisa hemat BBM hingga dua kali lipat dibanding pemakai bahan bakar B20. Atau, kalau B20 saja bisa hemat 6 juta kiloliter BBM, maka hybrid dan plug in hybrid dua kali penghematan.
Riset dan studi pada tahap pertama dikerjakan ITB, UI dan UGM. Mereka telah melakukan uji coba mobil listrik Toyota jenis hybrid dan plug in hybrid. Yang dibahaa soal karakteristik teknis, kemudahan bagi pengguna, dampak lingkungan, sosial dan industri serta kebijakan dan regulasi yang akan ditetapkan ketika teknologi itu sudah berkembang.
“Roadmap pengembangan industri otomotif nasional sedang didorong termasuk perpresnya. Kemudian mengusulkan insentif fiskal tax holiday, BMDTP, pembiayaan ekspor dan bantuan kredit modal kerja untuk pengadaan battery swap. Untuk fasilitas non fiskal ada penyediaan parkir khusus, keringanan biaya pengisian listrik di SPLU hingga bantuan promosi,” ungkap Airlangga.
Kemenperin ke depan akan terus melanjutkan riset ke tahap kedua, dengan bahasan soal aplikasi, ketahanan dan ketersediaan infrastruktur. Melibatkan UNS, ITS dan Universitas Udayana. Ditargetkan rampung pada Januari 2019.
Sedang Menristekdikti, M Nasir, menambahkan secara internal proses studi saat ini sudah selesai. Tinggal dikolaborasikan dengan industri supaya inovasi mobil ini bisa dimanfaatkan.
“Tidak akan bisa jalan jika tidak ada industri yang menggunakan inovasi ini,” ujarnya. (M Raya Tuah)
Teks foto : Menperin Airlangga Hartarto dan Menristekdikti M Nasir saat memasuki ruang pertemuan