JAKARTA – MARITIM : Dalam rangka mencukupi sebagian kebutuhan daging sapi di pasar domestik yang tahun ini diperkirakan mencapai jumlah 686.270 ton, enam kapal ternak kembali dikerahkan pada 2019 ini. Jumlah armada itu sama dengan tahun lalu, mencakup KM “Camara Nusantara” I s/d VI, yang dioperasikan PT Pelni, PT ASDP Indonesia Ferry, dan perusahaan swasta, yang beroperasi dari pelabuhan pangkal di Kupang, Bima, dan Celukannawang, sesuai penugasan dengan pelabuhan muat di Kupang, Waingapu, Atapupu, Wini, Bima, Badas, Lembar, dan Celukanbawang, dengan pelabuhan tujuan Tanjung Priok, Cirebon, Bengkulu, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin dan Pare-Pare.
Wisnu Handoko Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Dirlala) Kementerian Perhubungan jelaskan pengoperasian kapal ternak merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan distribusi ternak dari daerah sentra ke wilayah konsumen. Menurutnya penyelenggaraan kapal khusus angkutan ternak dengan prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare) hingga dapat meminimalkan penyusutan bobot ternak 8%-10%, yang apabila menggunakan kapal kargo, penyusutan bobot ternak dapat mencapai lebih dari 13%.
“Ini tentunya harus dapat dimanfaatkan oleh pengusaha atau pedagang sapi, mengingat kapal ternak ini didesain agar sapi tiba di tujuan dalam kondisi sehat dan segar” kata Wisnu, Sabtu (5/1/2019).
Dalam rangka efisiensi anggaran belanja negara, pembiayaan perawatan ternak atau kleder dibebankan kepada pemilik ternak. Dari sisi operasional teknis lapangan, kleder dari pemilik ternak juga lebih mengetahui karakteristik ternak. Pengoperasian kapal ternak juga perlu dilengkapi timbangan ternak untuk mendata bobot sapi saat pemuatan di pelabuhan asal sampai penurunan di daerah tujuan dan mengevaluasi efektivas kapal ternak. Ujar Dir Lala: “Pengelolaan timbangan ternak dapat dilakukan oleh lembaga karantina hewan, PT Pelindo, atau pun dinas peternakan pemerintah daerah”.
Berdasar penelitian salah satu institusi peternakan Australia, ternak yang diangkut dengan kapal kargo berpotensi mengalami penyusutan bobot 20%-30% dengan tingkat kematian 10%. Namun dengan kapal khusus ternak yang disediakan Kemenhub, penurunan bobot kurang dari 5% dan tingkat kematiannya hanya 1%. Menurut Wisnu, untuk tetap menjaga kesehatan terrnak selama dalam pelayaran, di kapal ternak juga disiapkan dokter hewan dan perawat agar ternak tetap sehat hingga tujuan,” tambah Wisnu.
Kemenhub meminta operator kapal dan pemilik ternak (shipper) menerapkan sistem informasi muatan dan ruang kapal (IMRK) agar tidak terjadi monopoli muatan. Di sisi lain, lanjut Wisnu, agar dapat menekan biaya operasi yang sangat tinggi yang dibebankan kepada negara, perlu pemanfaatan muatan balik berupa produk-produk atau hasil industri dari daerah konsumen ternak ke daerah penghasil ternak.
Pungkas Dirlala: “Muatan balik yang dapat diangkut menggunakan kapal ternak adalah muatan yang bersifat tidak terkontaminasi oleh aroma kandang sapi dan tidak merusak kandang sapi itu sendiri dengan penerapan tarif menggunakan tarif komersial berdasarkan harga pasar”.(Mrt/2701)