JAKARTA – MARITIM.: Suasana kantor Kementerian Ketenagakerjaan pada Jum’at (1/3/2091) pagi tak seperti biasanya. Halaman kantor Kemnaker disulap jadi panggung fashion show.
Bak peragawan/wati, para pejabat Kemnaker, termasuk Menteri Hanif Dhakiri, berjalan di atas catwalk dengan mengenakan kain sarung khas Nusantara. Peragaan busana ini mewarnai perayaan Hari Sarung Nasional yang bertema “Sarung is My New Denim”.
Disaksikan ratusan pegawai Kemnaker yang juga mengenakan kain sarung di sisi karpet merah, Hanif Dhakiri, Sekjen Khairul Anwar, Dirjen PHI Jamsos Haiyani Rumondang, Dirjen Pengawasan & K3 Sugeng Priyanto, Dirjen Binalattas Bambang Satrio Lelono secara bergiliran bagaikan peragawan/peragawati bergaya berjalan di atas catwalk.
Dalam sambutannya, Menaker mengatakan pihaknya ingin mempopulerkan kain sarung sebagai salah satu busana nasional Indonesia. Semakin populer serta diminatinya sarung oleh generasi milenial, maka akan menimbulkan dampak ekonomi dan lapangan kerja akan luar biasa.
“Hari ini kita saksikan berbagai ragam jenis kain. Indonesia kaya betul dengan berbagai macam kain sarung, baik jenis dan bentuknya. Ini jadi potensi ekonomi dan budaya,” ujarnya.
Menurut Hanif, sejarah sarung sangat panjang. Sekilas sarung sejak dulu digunakan oleh kaum nasionalis dan santri. Tapi lambat-laun, hanya kaum santri saja yang mengenakan sarung dan tiba-tiba sarung dianggap kampungan atau ndeso.
“Sarungan bukan ndeso atau kampungan. Sarungan itu keren. Kita harus keluarkan sarung dari citra negatif dan dianggap hanya mewakili kelompok tertentu. Sarungan ini untuk semua orang, karena sarungan bagian dari budaya nasional,” ujarnya.
Terkait ini, Hanif mengajak pegawai Kemnaker untuk mengenakan sarung setiap Jum’at. “Monggo di Kemnaker, tiap hari Jum’at pakai sarung, itu tak masalah. Saya tidak akan mewajibkan untuk bersarung. Tapi kalau hari Jum’at pakai sarung, kita kasih jempol, ” kata Hanif seraya memperagakan jari jempolnya ke hadapan pegawai Kemnaker dan disambut applaus.
Hanif menjelaskan sarung bisa digunakan untuk berbagai macam jenis aktivitas. Misalnya untuk ibadah sholat dan aktivitas lain.
“Tapi intinya, kita ingin sarung ini kembali populer menjadi budaya nasional dan membantu penciptaan lapangan kerja. Kita harus bangga dengan jatidiri Indonesia,” katanya. (Purwanto).