Jakarta, Maritim
Pemerintah berkomitmen terus meningkatkan perlindungan terhadap pekerja maritim (pelaut) Indonesia. Komitmen tersebut diwujudkan dengan menyusun aturan teknis perlindungan pekerja maritim.
“Aturan teknis segera selesai dalam beberapa waktu dekat. Negara harus hadir untuk melindungi para pekerja maritim,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, di Jakarta, pekan lalu.
Menurut Hanif, aturan teknis ini sebagai upaya mengimplementasikan UU Nomor 15 Tahun 2016 tentang Konvensi Pekerja Maritim. Melalui undang-undang ini, pemerintah Indonesia pada 6 Oktober 2016 telah meratifikasi Maritim Labor Convention (MLC ) yang ditetapkan ILO (International Labour Organization) pada 2006.
Guna mempercepat penerbitan aturan ini, Kementerian Ketenagakerjaan membentuk tim teknis lintas kementerian. Antara lain Kementerian Perhubungan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Perdagangan.
Pembentukan tim teknis sebagai tindak lanjut dari pertemuan empat kementerian pada 24 Maret 2017 di kantor Kemnaker. Pertemuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja maritim tersebut dihadiri Menteri Hanif, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perdagangan Enggartiasta Lukita, serta Dirjen Imigrasi Kemenkum HAM Ronny F Sompie.
“Empat kementerian telah sepakat untuk menerbitkan aturan perlindungan pekerja maritim”, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Dijelaskan, UU Nomor 15/2016 di antaranya mengatur tentang standar minimum bagi pelaut untuk bekerja di atas kapal, seperti usia minimal, sertifikasi keahlian, upah, jam kerja, kontrak kerja, dan sebagainya. Juga mengatur fasilitas kapal, kesehatan, kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi pelaut.
Agar UU tersebut lebih implementatif, Hanif menyebutkan ada beberapa hal yang harus dilakukan beberapa kementerian. Yakni perlunya harmonisasi peraturan terkait tenaga kerja pada sektor kelautan. Perlunya komunikasi intensif unsur tripartit sektor kelautan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang diamanatkan oleh MLC.
Perjanjian kerja laut
Hal lain yang tak kalah penting, lanjutnya, perlu disusun pedoman pembuatan perjanjian kerja laut (PKL) yang ditandatangani secara koordinatif antar kementerian terkait, yakni Kemnaker, Kemenhub dan Kemenlu.
Kemnaker saat ini sedang mempersiapkan hal-hal yang perlu diatur secara nasional, khususnya di bidang hubungan industrial. Misalnya pengupahan, waktu kerja dan istirahat, hak cuti, kompensasi bagi awak kapal yang terkena resiko tenggelam atau hilangnya kapal, pengembangan karir, perlindungan kesehatan, penyelesaian perselisihan dan sebagainya.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemnaker, Maruli A Hasoloan menambahkan, terkait pemberlakukan UU No 15 Tahun 2016, pihaknya bersama tim teknis dari lintas kementerian akan meningkatkan sosialisasi tentang MLC kepada organisasi pelaut, pemilik kapal, agen, aparatur yang akan terlibat serta industri pelayaran lainnya.
“Jangan sampai setelah MLC diratifikasi, pelaksanaannya tidak maksimal karena kurang tersosialisasi kepada masyarakat,” kata Maruli.**Purwanto.