TERNYATA, urusan pengukuran ulang kapal-kapal nelayan di satu daerah dan daerah lainnya, tak bisa berlangsung seragam, tergantung dengan sebaran lokasi domisili kapal dan luasan wilayah kerja Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Karakter DKP Bali tntu berbeda dengan dinas serupa di Jawa engah,apalagi engan Malu atau Papua. Dalam catatan DKP Bali hingga Mei 2017, sebanyak 391 unit kapal yang beroperasi di Pulau Dewata sudah lakukan pengukuran ulang. I Made Gunaja, Kadis Kelautan dan Perikanan Bali menyatakan sebanyak 111 unit kapal nelayan yang telah selesai lakukan pengukuran, kini telah memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI), sisanya masih dalam proses. Diakuinya, masih ada sekitar 280 unit kapal yang belum mengajukan.Terkait hal itu, Made berucap: “Tidak masalah mereka belum daftar karena program pengukuran ulang berakhir Desember 2017.Jadi masih ada waktu”..
Menurut Gunaja, bobot kapal yang melakukan pengukuran itu bervariasi, dan di Bali masih menemui kendala untuk kapal-kapal di atas 30 GT. Panjangnya urusan pengurusan perizinan di pusat, membuat kapal-kapal berbobot tinggi itu belum bisa dapatkan izin dari DKP Bali, karena belum mendapatkan surat dari pusat. Menurut Gunaja banyak kapal ketika akan mengubah bobot masih menunggu keluarnya perizinan dari pusat.
“Izin seperti perubahan bobot, memerlukan waktu panjang dan lama karena ada di KKP. Kalau di kami untuk kapal dengan bobot di bawah 30 GT bisa lebih mudah,” ujarnya.
Sementara itu, Kantor UPP Kelas III Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berhasil memverifikasi atau mengukur ulang 827 kapal perikanan di kabupaten setempat. Menurut Edi Saputro Kepala Kantor UPP Kelas III Juwana, fihaknya melakukan verifikasi ratusan kapal perikanan sejak 2015. Menurutnya tugas pengukuran ulang kapal perikanan yang dijalankan selama ini sudah maksimal, meskipun ada keterbatasan jumlah tenaga ahli ukur kapal yang
saat ini hanya dua orang, hingga permohonan pengukuran ulang disesuaikan kemampuan personel yang ada. Sementara jumlah kapal perikanan di Pelabuhan Juwana diperkirakan mencapai 1.000-an unit, hingga kini masih ada sebagian kecil kapal perikanan yang belum diukur ulang, karena untuk ukur ulang harus disesuaikan permintaan pemilik kapal.
Masih menurut Edi, keharusan verifikasi ulang itu berdasar surat edaran dari Dirjenla terkait ditemukannya kapal yang ukurannya tidak sesuai lagi dengan kondisi yang tertera di gross akte. Untuk itu dilakukan ukur ulang bagi kapal penangkap ikan di seluruh Indonesia. Proses ukurnya disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan, hingga ketika hasilnya tak sesuai dengan hasil ukur terakhir, akan dikeluarkan surat ukur dan pas sementara. Berdasar itu, dimintakan persetujuan atau pengesahannya. Untuk pas tahunan, dilakukan perubahan data-data terakhir sesuai perubahan.Untukitu pemilik kapal harus urus gross akte berdasar data atau perubahan yang didapat dari hasil pengukuran ulang.
“Untuk kapal dalam negeri cukup di Semarang, sedang untuk kapal internasional di Kementerian Perhubungan” ujarnya. ***ERICK A.M.