Jakarta, Maritim
Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) meyakini, kelangkaan bahan baku rotan yang terjadi di Indonesia sejak satu tahun terakhir ini, karena eksportir rotan melakukan manipulasi terhadap Permendag No 38 tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag No 84 tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.
“Saya menilai, sejak satu terakhir ini telah terjadi pengiriman bahan baku rotan dari dalam negeri dalam jumlah cukup besar ke sejumlah negara tetangga, di antaranya Singapura. Sehingga menimbulkan kelangkaan bahan baku rotan di dalam negeri,” tegas Ketua Umum HIMKI, Soenoto, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, penyelundupan tersebut umumnya terjadi melalui jalur tikus, yang ada di beberapa wilayah Kalimantan Timur. Seperti Entikong, Tawau dan Kucing.
“Saya meminta pemerintah segera melakukan investigasi soal kelangkaan bahan baku rotan dalam negeri ini. Padahal, kita memiliki 85 persen bahan baku rotan dunia. Kemudian sejak 2011 lalu telah ada larangan ekspor rotan. Tapi kenapa sejak satu tahun terakhir ini kita krisis bahan baku rotan,” tanya Soenoto heran.
Jika krisis ini tidak bisa diatasi, sambungnya, HIMKI meyakini target ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia sebesar US$5 miliar tahun ini bakal tidak akan tercapai.
Sedang di tempat sama, Wakil Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menambahkan akibat kelangkaan bahan baku rotan dalam negeri ini, kinerja industri mebel dan kerajinan Indonesia anjlok sejak dua tahun terakhir.
Dari data UN Comtrade, katanya, pada 2011 Indonesia masih menjadi eksportir utama bahan baku rotan. Dengan nilai ekspor US$39,599 juta. Diikuti Singapura, yang tidak memiliki lahan atau hutan yang ditumbuhi rotan, tapi mampu ekspor senilai US$11,808 juta dolar.
Pada akhir 2011, pemerintah memberlakukan kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan. Namun sampai saat ini, Singapura masih menjadi eksportir utama bahan baku rotan, walaupun nilai ekspornya terus menurun.
Data UN Comtrade juga menyebutkan, nilai ekspor bahan baku rotan Singapura terbilang tinggi bagi negara yang tidak memiliki hutan yang ditumbuhi rotan, walaupun dari tahun ke tahun mengalami penurunan.
Pada 2015, Singapura mengekspor bahan baku rotan sebesar US$9,912 juta, kemudian pada 2016 US$7,268 juta.
Sobur menilai, rotan yang diekspor ke Singapura disinyalir merupakan rotan ilegal, yang asalnya dari Indonesia. Sehingga, ketika kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan diberlakukan, penyelundupan rotan dipastikan bakal terus terjadi.
HIMKI, lanjutnya, tetap tegas mendukung Permendag No 35 tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dalam Bentuk Rotan Mentah dan Rotan Setengah Jadi. Permendag ini dibuat untuk melindungi industri mebel dan kerajinan rotan dalam negeri.
Soenoto menghitung, dari sekitar 40.000-60.000 ton kebutuhan bahan baku rotan di dalam negeri, yang tersedia hanya 30 persen saja. Sementara 70 persen lagi hilang dan diperkirakan diekspor secara ilegal ke negara lain. (M Raya Tuah)