MENSIKAPI pemberian kemudahan mengurus perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), semua kapal cantrang di Kabupaten Pati, Jateng, dipastikan akan melaut kembali. Juwana Rusmijan, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) katakan jumlah kapal cantrang di Kabupaten Pati lebih dari 300 unit, dengan sebagian kecil sudah mulai berganti alat tangkap. Ujarnya pekan lalu: “Kami perkirakan semua kapal bisa kembali melaut setelah para pemilik kapal mengurus SIPI.
Rusmijan juga menjelaskan, persyaratan yang harus diurus agar bisa melaut, meliputi Surat Kelaikan Operasional (SLO), SIPI, serta surat persetujuan berlayar (SPB). Kalau nelayan belum bisa melaut, dikhawatir dampaknya sangat luas. Selain dampak kepada ABK beserta keluarganya yang tidak bisa dapat penghasilan, industri pengolah ikan juga tak berproduksi karena keterbatasan pasokan, hingga muncul pengangguran baru. Menurut dia, pemerintah perlu berpikir ulang terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik. Sebab hingga sekarang pemerintah belum memberi solusi terbaik bagi nelayan atas pemberlakuan peraturan itu.
“Jika memang akhirnya alat tangkap jenis cantrang dilarang, seharusnya pemerintah bantu pengadaan alat tangkap baru, serta kemudahan bantuan modal. Untuk mengganti alat tangkap, modivikasi kapal serta pengadaan alat pendukung, diperlukan dana sekitar Rp.3 miliar. menghabiskan dana hingga Rp3 miliaran”ungkap Rusmijan.
Dikatakan pula, alat tangkap cantrang cukup gunakan es batu dalam penyimpanan ikan hasil tangkapan, sedang penggunaan alat tangkap lain, seperti gillnet atau pancing, perlu alat pendingin. Nelayan yang menggunakan cantrang dalam waktu sebulan sudah bisa kembali mendarat, sedang penguna alat tangkap lainnya perlu waktu sebulan lebih, hingga perlu alat pendingin agar kualitas ikannya tetap terjaga.
“Pemerintah juga belum menunjukkan hasil tangkapan dan biaya menggunakan alat tangkap ikan yang diklaim lebih ramah lingkungan. Jangan sampai hanya mengklaim, namun tidak menghasilkan keuntungan bagi nelayan. Kebijakan pemerintah tentunya bertujuan untuk menyejahterakan rakyat, bukan sebaliknya” pungkas Juwana Rusmijan.***MRT/2701